Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DCS Berpotensi Cacat Hukum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan daftar calon sementara (DCS), Kamis (13/6/2013) besok.

Penulis: Y Gustaman
zoom-in DCS Berpotensi Cacat Hukum
NET

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan daftar calon sementara (DCS), Kamis (13/6/2013) besok.

Namun, DCS diduga cacat hukum karena beberapa alasan. Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (sigma) Said Salahudin kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/6/2013) menilai, ada sejumlah alasan yang mendasari DCS cacat hukum.

"Pertama, verifikasi persyaratan bakal calon anggota legislatif yang menghasilkan DCS, diproses KPU dengan cara tak sesuai peraturan perundang-undangan," kata Said, Rabu (12/6/2013).

Merujuk pasal 58 ayat (1) UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, lanjutnya, KPU diwajibkan memverifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bacaleg. Bahkan, meliputi keabsahan dokumen bacaleg.

Pada kenyataannya, dalam proses verifikasi, KPU hanya memeriksa pemenuhan kelengkapan persyaratan bacaleg. Sementara, kebenaran dan keabsahan dokumen bacaleg sama sekali tidak diperiksa KPU.

"Ironisnya lagi, KPU justru membebankan tanggung jawabnya untuk memverifikasi kebenaran dan keabsahan dokumen bacaleg kepada masyarakat, setelah DCS diumumkan," tutur Said.

Kedua, adanya kebijakan KPU yang menyatakan parpol tidak memenuhi syarat pengajuan bacaleg di satu daerah pemilihan, karena tak memenuhi ketentuan 30 persen kuota perempuan.

Berita Rekomendasi

Kebijakan ini berujung keterwakilan calon partai di dapil, gugur. Hal ini, menurut Said, jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi, hak asasi manusia, dan spirit demokrasi yang menjamin setiap warga negara punya hak dipilih.

"Bagaimana mungkin karena satu-dua orang calon perempuan tak memenuhi persyaratan, lantas calon laki-laki di dapil yang sama tak bisa dipilih rakyat? tanya Said.

Undang-undang tak pernah memberi KPU kewenangan menetapkan sanksi dalam bentuk diskualifikasi, seperti yang kini menimpa Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gerindra, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).    

Alasan lainnya, KPU diduga berniat menutupi data caleg dalam DCS yang semestinya diketahui publik lewat pasal 1 angka 23 PKPU 7 Tahun 2012 sebagaimana diubah dengan PKPU 13/2013, bahwa KPU menyatakan DCS hanya akan memuat nomor urut, nama dan tanda gambar partai; nomor urut, pas foto, nama, jenis kelamin, dan alamat calon.

"Padahal, identitas lain calon seperti usia, pekerjaan, dan pendidikan misalnya, merupakan informasi yang penting untuk diketahui publik, guna memberikan masukan atau tanggapan terhadap pengumuman DCS," papar Said.

Keterangan usia penting diketahui publik, untuk memastikan calon telah memenuhi persyaratan usia minimal 21 tahun.

Keterangan pekerjaan diperlukan agar publik bisa mengidentifikasi dan memastikan calon pejabat atau pekerja dari suatu profesi tertentu, yang oleh UU diwajibkan untuk memenuhi persyaratan khusus, misalnya.

Contohnya adalah kepala daerah, wakil kepala daerah, PNS, TNI/Polri, pejabat dan karyawan BUMN/BUMD, atau siapapun yang bekerja pada suatu badan yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Termasuk, dalam hal calon ternyata adalah seorang akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Sedangkan informasi pendidikan diperlukan untuk menghindari lolosnya calon yang ternyata belum tamat SMA atau sederajat, atau bahkan terlibat pemalsuan ijazah. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas