Dipta Beli Rumah Rp 6 M Lewat Notaris Kepercayaan Djoko Susilo
Dipta Anindita, istri ketiga terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo dalam persidangan diketahui membeli sebuah rumah di Jalan
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dipta Anindita, istri ketiga terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo dalam persidangan diketahui membeli sebuah rumah di Jalan Cikajang nomor 18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pembelian properti seharga Rp 6,35 miliar itu ternyata diperantarai seorang Notaris kepercayaan mantan Kepala Korlantas Polri itu, Erick Maliangkay, SH.
Demikian diuangkapkan Baharatmo Prawiro Utomo alias Bahar saat bersaksi untuk terdakwa Djoko Susilo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/6/2013). Bahar panggilan akrabnya, merupakan seorang pengusaha keramik yang sebelumnya adalah pemilik rumah yang dibeli Dipta.
"Saya baru tahu setelah dipanggil KPK, ada penjualan aset saya secara tidak langsung, yaitu rumah di Jalan Cikajang nomor 18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kepada Dipta Anindita," kata Bahar dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Bahar sempat berkelit dalam persidangan. Dirinya mengklaim tidak mengetahui siapa Dipta Anindita saat jual beli rumah tersebut. Namun, setelah dicecar Hakim Anggota Mathius Samiadji, dia baru mengaku tahu bahwa Dipta yang merupakan mantan finalis Puteri Solo itu adalah istri Djoko Susilo.
Menurut Bahar, rumah itu tadinya akan digunakan buat usaha kafe, karena letaknya di kawasan Kebayoran Baru. Tetapi, karena belum juga menemukan bentuk usaha, dia memilih menjual rumah dengan luas tanah 246 meter persegi itu lewat perantara properti Era Victoria.
"Agustus 2011 saya dihubungi broker (makelar) dari Era Victoria, Pak Leo dan Pak Budi. Kata mereka ada peminat rumah bernama Erick Maliangkay. Saya dipertemukan dengan Erick di Restoran Warung Daun di Jalan Wolter Monginsidi," kata Bahar.
Saat pertemuan pertama itu, Bahar menawarkan rumahnya seharga Rp 6,5 miliar. Tetapi menurutnya, saat itu tidak tercapai kesepakatan karena Erick menawar di bawah Rp 6 miliar.
Sekitar September di tahun yang sama, lanjut Bahar, Erick kembali menghubunginya untuk kembali bernegosiasi. Keduanya akhirnya sepakat dengan harga Rp 6,35 miliar.
"Awal Oktober 2011, Erick bawa duit buat uang muka Rp 100 juta. Dibayar ke saya. Awalnya Erick mengatakan rumah itu buat dia. Tetapi saat membuat akta jual beli, akhirnya Erick bilang dapat surat kuasa. Yang mengurus surat-surat Erick, saya cuma kasih data. Sejak awal saya tahu dia adalah notaris," kata Bahar.
Menurut Bahar, pembayaran jual beli rumah tersebut dilakukan dua kali transaksi secara cash.
"Pertama dibayar Rp 3,250 Miliar pada 24 Oktober 2011, lalu Pelunasan Rp 2,8 Miliar tanggal 2 November 2011," kata Bahar.