Praktik Tahu Sama Tahu di Penjara Sulit Diberantas
Pengakuan Gayus dan kisah Arswendo menunjukkan bahwa praktik tahu sama tahu di penjara, sudah berlangsung selama puluhan tahun.
TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan Gayus dan kisah Arswendo menunjukkan bahwa praktik tahu sama tahu di penjara, sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan, praktik ini memang sulit diberantas, karena tidak ada lembaga yang khusus memantaunya.
“Izin meninggalkan lapas misalnya, hanya formalitas, jadi bayarannya juga tergantung situasi. Kalau situasi lagi panas, misalnya kalau ada sidak, tarifnya bisa mencapai Rp 5 juta sekali pulang dari pagi sampai sore, dan kalau dari sore sampai pagi tarifnya Rp 15 juta. Jadi, kalau dia sudah terbiasa keluar akan dapat diskon,” ungkapnya.
Neta menuturkan, seorang tahanan yang punya uang bisa keluar dua hingga tiga hari dalam satu minggu, apalagi kalau sudah ada rasa saling percaya antara pihak lapas dan tahanan.
Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, mekanisme pemantauan sudah berjalan.
“Langkah-langkah penertiban saya lakukan, sehingga ada petugas yang diberhentikan dari tugasnya, dan narapidana juga, khususnya kasus korupsi dikumpulkan di LP Sukamiskin Bandung,” jelas Amir.
Ia yakin, dengan pemantauan secara terpadu dan terus-menerus, maka peraturan di penjara bisa ditegakkan.
Arswendo, berdasarkan pengalamannya, berkeyakinan bahwa hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah memastikan para petugas mendapat kesejahteraan lebih dulu.
"Bagaimana bisa diberantas ketika si sipir melihat napi yang makan siangnya saja mungkin seharga gaji dia sebulan? Nah, prinsip jual beli langsung berlaku. Situ punya uang, sini punya barang," papar Arswendo.