Revisi atau Tidak, UU Pilpres untuk Perkuat Sistem Presidensial
Memang terkesan buang-buang waktu, tapi kita berharap parpol lobi-lobi lagi sebelum ada kesimpulan sebelum Oktober 2013
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Mulyono menyatakan, Baleg masih memberi kesempatan parpol untuk melakukan lobi-lobi terakhir sebelum dipastikan UU No 42/2008 direvisi atau tetap digunakan.
“Memang terkesan buang-buang waktu, tapi kita berharap parpol lobi-lobi lagi sebelum ada kesimpulan sebelum Oktober 2013,” kata Ignatius saat berbicara dalam Dialog Kenegaraan bertema “UU Pilpres Perlu Direvisi?” di Gedung DPR RI, Kamis (11/7/2013).
Ia menyebutkan, seharusnya fraksi yang memaksakan revisi memikirkan kalkulasi politik dalam memajukan keinginannya. Lima fraksi tetap menolak perubahan UU Pilpres yakni Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PAN, dan PKB. Sedangkan fraksi yang mendukung revisi UU Pilpres ialah PPP, PKS, Gerindra, dan Hanura.
“Namun kita harus ingatkan bahwa tahapan Pilpres 2014 dimulai Oktober 2013. Jadi harus selesai sebelum itu,” katanya.
Ignatius mengatakan, direvisi atau tidak oleh DPR, UU Pilpres tujuannya tetap untuk memperkuat sistem presidensial. DPR RI sesungguhnya tidak mempermasalahkan prosentase Presidential Threshold (PT) Pilpres apakah 20 % sebagaimana UU Pilpres Np.42 tahun 2008, atau 3,5 persen sebagaimana usulan dari fraksi PPP, Gerindra, Hanura, dan PKS.
Sementara Ketua DPP Nasdem Bidang Pemenangan Pemilu, Ferry Mursyidan mengatakan, kalau revisi UU Pilpres ini hanya akan membicarakan angka prosentase, sebaiknya tidak usah karena tak akan pernah selesai.
“Bahwa PT 20 persen itu selain untuk memperkuat sistem presidensial juga untuk efektifitas menjalankan pemerintahan,” katanya.
Politisi Partai Hanura Syarifuddin Suding sepakat UU Pilpres itu untuk perkuat sistem presidensial, termasuk usulan PT 3,5 persen yang secara otomatis bisa mengusung capres-cawapres. Sehingga presiden dan wapres terpilih dari parpol yang sama, akan menjalankan pemerintahan dengan baik sejalan dengan wewenang dan amanat yang diberikan rakyat.
“Terbukti SBY-Boediono tersandera parpol koalisi, sehingga tak efektif dalam menjalankan pemerintahan. Bahkan menghadapi satu partai koalisi saja tak mampu. Kita membangun sistem presidensial seperti Amerika,” kata Suding.
Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, untuk memperkuat sistem presidensial itu mestinya tidak dimulai dengan angka prosentase pilpres 20 persen, dan dengan gabungan parpol, melainkan presiden terpilih dengan wewenang dan amanah yang besar dari rakyat bisa menjalankan pemerintahan lebih efektif, dibanding sekarang ini, yang terbukti tersandera partai koalisi.
“SBY-Boediono yang memperoleh 70 persen tapi tersandera koalisi parpol. Jadi, kalau Baleg tak bisa memutuskan, maka paripurna yang akan memutuskan apakah direvisi atau tidak UU Pilpres itu,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.