3 Hakim Perkara Chevron Ajukan Dissenting Opinion
Endah juga diputus majelis hakim dengan pidana denda 200 Juta subsider tiga bulan kurungan
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait perkara proyek normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau dengan terdakwa Endah Rumbiynati terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Namun, secara global putusan majelis hakim yang dipimpin Hakim ketua Sudarmawati Ningsih menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap Manager Lingkungan di PT Chevron tersebut.
Selain itu, Endah juga diputus majelis hakim dengan pidana denda 200 Juta subsider tiga bulan kurungan.
"Majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun denda 200 juta rupiah subsider 3 bulan penjara," kata Hakim Sudarmawati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/7/2013).
Putusan majelis secara keseluruhan menilai bahwa Manager Lingkungan (Health Environment Safety) kilang operasi Sumatera Light South dan Sumatera Light North pada PT Chevron Pasifik Indonesia (PT CPI), Rumbiyanti itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam proyek normalisasi lahan tercemar minyak dengan bioremediasi di Riau sehingga mengakibatkan kerugian negara.
Tiga orang hakim menyatakan dessenting opinion. Di antaranya yakni hakim ad hoc, Slamet Subagio, Hakim Sofialdi dan Hakim Annas Mustakim.
Kendati demikian, Hakim Annas Mustakim dalam pertimbangannya Endah tetap dikatakan melakukan korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Terdakwa tidak melakukan tugas secara sepenuhnya, yaitu dalam memberikan saran. Padahal bioremidiasi tidak sesuai dengan Permen Lingkungan Hidup," kata Hakim Annas membacakan pendapatnya.
Sedangkan, hakim Slamet Subagyo berpendapat bahwa terhadap Endah tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider. Menurut Slamet, dari sisi tempus delikti atau waktu kejadian perkara, Endah tidak bisa dikatakan bertanggung jawab atas kegiatan bioremediasi yang dilakukan PT CPI tahun 2011-2012.
"Endah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kurun waktu 2011-2012 tanpa disebut tanggal dan waktu. Jaksa juga tidak sebut berapa lama perbuatan selesai dilakukan," kata Slamet Subagyo.
Hakim Sofialdi juga berpendapat bahwa tidak terdapat unsur melawan hukum yang dilakukan oleh Endah. Sehingga, Endah harus dibebaskan.
"Tidak terbukti Endah yang menyetujui kegiatan bioremediasi tetapi dilakukan PT SGJ dan PT GPI," kata Sofian.