Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putusan Kasus Bioremediasi Chevron Masih Harus Diperdebatkan

majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Sudharmawati Ningsih tidak secara bulat

Penulis: Edwin Firdaus
zoom-in Putusan Kasus Bioremediasi Chevron Masih Harus Diperdebatkan
Warta Kota/Henry Lopulalan
Terdakwa kasus bioremediasi Chevron, Kukuh Kertafasari meninggalkan ruang sidang setelah hakim menunda sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2013). Musyawarah mengenai masa hukuman belum ada kesepakatan para hakim maka sidang ditunda dan dilanjutkan pada tanggal 17 Juli pukul 8 pagi. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta memvonis dua tahun penjara terhadap Team Leader SLS Sumatera Light South (SLS) Minas Chevron Indonesia, Kukuh Kertasafari karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Menanggapi vonis tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, I Gede Pasek Suardika di Jakarta, Kamis (18/7/2013), mengatakan kasus dan vonis tersebut masih ada yang harus diperdebatkan. Pasalnya, ada beberapa temuan yakni adanya hasil penyidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyatakan proses kasus ini melanggar HAM.

Kemudian, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Sudharmawati Ningsih tidak secara bulat memutus Kukuh bersalah melakukan tindak pidana korupsi, setelah seorang hakim menyatakan dissenting opinion.




"Masih ada masalah yang kita harus perdebatkan. Dengan hal tersebut publik menjadi tahu," kata Pasek berbincang dengan wartawan melalui ponselnya, Kamis (18/7/2013).

Terkait dissenting opinion tersebut, menurut Pasek, itu merupakan hal yang wajar terjadi. Namun dengan adanya perbedaan tersebut, menandakan ada pandangan fakta lain dalam perkara.

"Itu hal yang wajar dan keputusan tergantung suara mayoritas hakim," kata Pasek.

Terkait kasus dan vonis tersebut, Pasek mengaku komisi III akan menyikapinya. Terlebih kasus ini pernah diadukan ke komisi ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) beberapa waktu lalu. Meski demikian, politisi Partai Demokrat ini mengimbau semua pihak menghormati putusan hakim, karena vonis tersebut sudah menjadi putusan pengadilan.

BERITA TERKAIT

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Sudharmawati Ningsih memvonis Kukuh bersalah setelah pembacaan putusan ini tertunda satu minggu, karena pada 10 Juli 2013 lalu belum siap membacakan putusan, dengan alasan butuh waktu lebih lama untuk bermusyawarah.

"Menyatakan Kukuh Kertasafari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Sudharmawati Ningsih membacakan amar putusannya.

Menurutnya, Kukuh terbukti melakukan perbuatan sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Selain pidana penjara selama 2 tahun, Kukuh wajib membayar denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Vonis terhadap Kukuh tidak bulat, karena Hakim Anggota, Slamet Subagyo, mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda) dan menyatakan Kukuh tidak bersalah. Kukuh tidak terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU 31 tahun 1999 juncto UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi.

"Unsur pokok Pasal 3 tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," kata Slamet membacakan pendapatnya di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dalam pertimbangannya, Slamet menyatakan Kukuh tidak ikut menetapkan lahan yang disebut terkontaminasi limbah minyak bumi di SLS Minas, Riau.

"Yang menetapkan 28 lahan sebagai lahan terkontaminasi minyak adalah Tim IMS (Infrastructure Management Support)," kata Slamet Subagyo.

Halaman
12
Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas