Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putusan Kasus Bioremediasi Chevron Masih Harus Diperdebatkan

majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Sudharmawati Ningsih tidak secara bulat

Penulis: Edwin Firdaus
zoom-in Putusan Kasus Bioremediasi Chevron Masih Harus Diperdebatkan
Warta Kota/Henry Lopulalan
Terdakwa kasus bioremediasi Chevron, Kukuh Kertafasari meninggalkan ruang sidang setelah hakim menunda sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2013). Musyawarah mengenai masa hukuman belum ada kesepakatan para hakim maka sidang ditunda dan dilanjutkan pada tanggal 17 Juli pukul 8 pagi. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Dijelaskan pula, penetapan lahan terkontaminasi limbah yang dilakukan Tim IMS, juga tidak berdasarkan perintah ataupun penugasan Kukuh. Dari keterangan saksi di persidangan juga diperoleh fakta, Kukuh tidak memiliki kewenangan melakukan pengujian terhadap tanah terkontaminasi.

"Dapat dibuktikan tanah yang disebut terkontaminasi adalah benar-benar terkontaminasi," kata Slamet.

Selain itu, imbuh Slamet, pembayaran ganti rugi kepada warga atas lahan yang terkontaminasi minyak, tidak berhubungan dengan proyek bioremediasi yang dikerjakan PT Sumigita Jaya sebagai kontraktor.

"Proses bioremediasi merupakan pekerjaan lain yang pelaksanaannya tidak melibatkan terdakwa," ujarnya.

Tidak hanya itu, putusan majelis hakim, terhadap Manajer Lingkungan Health Environmental Safety (HES) PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI), Endah Rumbiyanti, hari ini, juga terdapat perbedaan. Di mana, pada perkara ini justru tiga dari lima orang hakim mengeluarkan dissenting opinion.

Hakim anggota Slamet Subagio menilai Endah tidak melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi, terkait penyalahgunaan wewenang.

"Terdakwa sama sekali tidak memiliki niat jahat yang menyimpang dari tugasnya," kata hakim Slamet, saat membacakan dissenting opinion dalam sidang putusan, Kamis (18/7/2013) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

BERITA TERKAIT

Selain itu, Slamet juga menyatakan tugas Endah dalam HES tidak berkaitan dengan kegiatan tersebut. Karena kasus bioremedasi tersebut jauh sudah terjadi sebelum Endah menjabat manager pada bulan Juni 2011.

"Jabatan terdakwa sebagai manajer bulan Juni 2011, itu tidak ada kaitannya dengan pengelolaan limbah minyak," kata Slamet.

Hakim anggota Solfiadi dalam dissenting opinionnya menyatakan kegiatan bioremediasi sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003. PT. CPI melakukan kegiatan bioremediasi sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ada. Atas pertimbangan tersebut, hakim Slamet dan Solfiadi menginginkan Endah dibebaskan.

Pendapat lain muncul dari hakim anggota Anas Mustakim. Menurutnya, Endah tidak terbukti dakwaan subsider, melainkan dakwaan terbukti secara sah pada dakwaan primer.

"Terdakwa tidak melaksanakan kewenangannya merupakan melawan hukum. Semua unsur dalam dakwaan primer terbukti," kata Anas.

Kendati demikian secara keseluruhan, hakim sepakat menjatuhkan vonis dua tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider tiga bulan pada Endah. Vonis tersebut dijatuhkan salah satunya karena perbuatan Endah dianggap merugikan keuangan negara. Perbuatan tersebut adalah pembayaran biaya bioremediasi sebesar 1,6 juta dollar AS kepada PT. Sumigita Jaya, dan 204,6 ribu dollar AS ke PT. Green Planet Indonesia.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas