Menteri yang Ikut Konvensi Demokrat Disarankan Cuti
Rencana Partai Demokrat mencari calon presiden melalui hajatan politik berupa konvensi adalah sebuah langkah cerdas
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Rencana Partai Demokrat mencari calon presiden melalui hajatan politik berupa konvensi adalah sebuah langkah cerdas. Setiap kandidat Capres akan saling mencari dukungan, mendapatkan suara terbanyak agar bisa dicalonkan dari partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Pengajar komunikasi politik di Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menilai, konvensi Demokrat digelar demi sebuah pencitraan belaka.
Elektabiltas Demokrat yang terus melandai akibat tsunami Hambalang, tidak juga tertolong dengan politik SBY berupa penyaluran BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Agar jalannya lebih elegan, tentu saja konvensi akan terbuka lebar untuk kader Demokrat dan non kader. Tidak heran, sambung Ari jika kader Demokrat seperti Ketua DPR Marzuki Allie dan Ketua BNP2TKI, Jumhur Hidayat ikut berlaga. Demikian juga Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan serta Menkopolkam Djoko Soeyanto ikut berpartisipasi.
"Tetapi agar para kandidat bisa leluasa mempersiapkan diri mengikuti konvensi, apakah tidak sebaiknya mereka juga mengajukan cuti sebagai pejabat publik ? Dapat dipastikan, alokasi waktu untuk mempersiapkan dan ikut konvensi akan menyita waktu mereka dalam mengurus negara," Ari Junaedi mengingatkan, Jumat (19/7/2013).
Pengajar Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Dr Soetomo Surabaya dan Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta ini, menambahkan, sangat disayangkan jika para kontestan konvensi Demokrat terus menjabat selama proses "Demokrat Idol" berjalan.
"Selain dapat dikategorikan sebagai korupsi waktu, kalangan muda juga tidak mendapat pendidikan politik yang bagus dari para pemimpin. Kalau tetap terus menjabat, berarti mereka ini hanya ingin enaknya sendiri menggunakan fasilitas negara demi kepentingan syahwat politik pribadinya ? Dimana etika yang dimilikinya ? Ari Junaedi mempertanyakan.