Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KY: Penegakan Hukum di Indonesia Hancur Lebur

Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyayangkan pegawai Diklat Mahkamah Agung

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in KY: Penegakan Hukum di Indonesia Hancur Lebur
net
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyayangkan pegawai Diklat Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin, saat menerima duit Rp 80 juta dari anak buah pengacara kondang Hotma Sitompul.

Menurut Suparman, kejadian tersebut semakin menegaskan semua  kasus di negara ini bisa diperjualbelikan. Itu juga semakin menguatkan opini masyarakat semua lini penegak hukum di Indonesia bisa dibeli dengan uang.

"Ini menegaskan rumor isu tentang banyak orang yang bermain-main dengan penegakan hukum di Indonesia. Ini akibat 'moral hazard' penegakan hukum kita memang hancur lebur, sehingga semua orang di semua level berasumsi semua kasus itu bisa dipermainkan, bisa diperjualbelkan," ujar Suparman di kantornya, Jumat (26/7/2013).

Suparman menegaskan bahwa yang paling penting dari kejadian tersebut bukanlah saat KPK menangkap pegawai MA tersebut. Namun menunjukkan moral penegak hukum di Indonesia babak belur. Mindset orang mengenai jual beli perkara semakin kuat baik di level kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.

"Paling penting ini makin menunjukkan moral penegakan hukum di negeri ini babak belur.  Kasus di tingkat kepolisan orang selalu berpikir mindsetnya manipulatif, membeli putusan, membeli kewenangan dan ini berlangsung bertahun-tahun sehingga ini menjadi mindset semua orang yang berada dalam lingkungan penegakan hukum," ujar Suparman prihatin.

Walau demikian, Suparman berpendapat bisa saja pegawai yang ditangkap tersebut sebenarnya adalah 'petualang' yang mencatut nama hakim atau nama pejabat. Oleh karena itu, keterlibatan hakim agung di MA belum bisa menjadi suatu kesimpulan.

BERITA TERKAIT

"Nggak tahu kapan lagi kita berbenah, menunggu azab kali," tandasnya.

Sekedar diketahuim, MA menegaskan pegawai Diklat yang ditangkap KPK tersebut dulunya adalah satpam. Karena di MA satpam tidak berasal dari outsourcing, dia kemudian diangkat menjadi pegawai dan berkantor di Megamendung, Jawa Barat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas