Dradjad Wibowo: Presiden SBY Dihukum Pasar
Dradjad Wibowo, memastikan Presiden SBY dan pemerintahannya sedang dihukum pasar dengan hantaman yang keras.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Ekonom yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Dradjad Wibowo, memastikan Presiden SBY dan pemerintahannya sedang dihukum pasar dengan hantaman yang keras.
Dradjad mengungkap, apa yang sudah ia sampaikan sebelumnya, sejak beberapa bulan terakhir, rupiah memang akan tertekan terus. Namun rupanya, anjloknya rupiah lebih cepat dari perkiraan pelaku pasar.
Kondisi rupiah di pasar spot terus tertekan setidaknya hingga pagi hari ini, Selasa (20/8/2013). Hingga pukul 8.20 WIB, rupiah turun 2,0 persen menjadi 10.650 per dolar Amerika Serikat (US), atau melemah dibandingkan kemarin (19/8/2013) di posisi Rp 10.533 per dollar AS.
Kondisi rupiah ini merupakan yang terlemah dalam empat tahun belakangan. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) kemarin naik 0,57 persen menjadi Rp 10.451 per dollar AS.
Sebelumnya, analis menilai, pelemahan rupiah terjadi karena adanya aksi profit taking para investor di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dradjad menjelaskan, Jakarta Composite Indeke anjlok 5,6 persen kemarin bersama-sama dengan anjloknya rupiah. Bahkan, nilai perdagangannyapun Rp 6,7 triliun, melebihi nolai rata2 tahun ini. Saham-saham unggulan, kata Dradjad lagi, juga bertumbangan.
"Stabilitas fiskal makin terganggu karena yield dari obligasi pemerintah bertenor 10 tahun sudah naik 300 bps lebih selama setahun terakhir. Yang belum banyak diketahui pasar, penerimaan pajak 2013 diperkirakan bakal jeblok. Selama semester 1 tahun 2013, penerimaan pajak di bawah 40 persen," ungkap Dradjad.
Ditegaskan, RAPBN 2014 divonis sebagai bukti bahwa pemerintah telah "out of touch". "Bahasa dari teman-teman saya di pasar "the government is making a fool of itself". Target pertumbuhan 6.4 persen bukan hanya dinilai tidak realistis, tapi diejek sebagai guyonan," ujar Dradjad.
Pemerintah juga dinilai terlalu menganggap enteng persoalan trade deficit dan utang swasta yang sudah jatuh tempo. Kemudian, BI dianggap terlalu dipaksa mempertahankan rupiah di luar kemampuannya. Terbukti, imbuh Dradjad, dari cadangan devisa yang sudah anjlok sekitar 20 miliar dolar Amerika Serikat.
"Saya harus bicara apa adanya demi manfaat yang lebih besar daripada sekedar menjaga etika sebagai Waketum partai anggota koalisi," ujarnya.
Dradjad Wibowo kemudian menyarakan Presiden SBY dan para menteri untuk berhenti menganggap enteng masalah stabilitas makro yang sedang dihadapi saat ini. Forum Stabilisasi Sistem keuangan (FSSK), imbuhnya, silakan rapat. Akan tetapi, yang lebih terpenting adalah kebijakan yang efektif untuk segera menangani masalah trade deficit dan utang swasta.
Selain itu RAPBN 2014 perlu dirombak total supaya lebih sesuai dengan realitas, bukan mimpi apalagi halusinasi menjelang Pemilu. APBN 2013 segera disesuaikan dengan kemampuan penerimaan pajak yang banyak merosot tahun ini.
"Pelaku pasar akan lebih menghargai langkah yang efektif, sesuai realitas. Mudah-mudahan kritik keras ini bisa menjadi "wake up call" meski sudah agak terlambat," pungkas Dradjad Wibowo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.