Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mendagri Ancam Nazaruddin

Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengancam melaporkan Muhammad Nazaruddin ke polisi

Penulis: Albert Joko
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Mendagri Ancam Nazaruddin
TRIBUNNEWS.COM
Foto Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Mendagri Gamawan Fauzi 

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengancam melaporkan Muhammad Nazaruddin ke polisi, karena menuding adanya penggelembungan 45 persen dari total nilai proyek e-KTP Rp 5,8 triliun. Apalagi, konon praktik penggelembungan uang negara itu kemudian dibagi-bagikan ke Komisi II DPR.

Mendagri yang sedang menghadiri acara pengukuhan 1.400 wisudawan IPDN di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (28/8), menilai tudingan Nazaruddin itu ngawur. Alasannya, dari aspek waktu saja tak sesuai fakta.

"Coba teman-teman cermati, kapan Nazaruddin jadi tersangka dan ditahan? Dan, kapan proyek (e-KTP) itu disetujui? Nazaruddin itu ditahan Juni, dan pembahasan proyek e-KTP baru Julinya. Kok bisa-bisanya dia bilang ikut terlibat sebagai pelaksana proyek e-KTP, sehingga tahu segala sesuatunya," tegas Gamawan.

Mantan Gubernur Sumatera Barat itu menegaskan, Nazaruddin bukan pelaksana anggaran proyek e-KTP seperti yang dikatakan Elza Syarief, penasihat hukum Nazaruddin saat mendampingi kliennya diperiksa KPK, Selasa (27/8) lalu.

"Ketua pelaksana (proyek) itu pasti pemenang tender, tandatangan kontrak pengadaan e-KTP itu Juli. Sekali lagi, Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka itu Juni, di mana logikanya dia bisa jadi ketua," tandas Mendagri.

Penandatanganan pelaksanaan tender e-KTP juga dilakukan saat Nazaruddin mendekam di balik jeruji besi. Kesalahan fatal ini sekaligus membuktikan tak masuk akalnya tudingan Nazaruddin. "Saya imbau Bu Elza untuk hati-hati membuat pernyataan. Itu sudah tak masuk akal," tegasnya.

Nazaruddin konon telah menyerahkan dokumen yang dikalim bukti dugaan penggelembungan anggaran pengadaan proyek e-KTP ke KPK.
Saat mendampingi kliennya di KPK, Elza mengungkap adanya penggelembungan nilai proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun sampai 45 persen. Elza meyakinkan Nazaruddin punya buktinya, termasuk keterlibatan sejumlah anggota DPR yang menerima aliran dana hasil penggelembungan proyek e-KTP.

BERITA TERKAIT

Dalam dokumen itu, Nazaruddin menunjuk Mendagri Gamawan Fauzi, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, Pejabat Pembuat Komitmen Sugiarto dan Ketua Panitia Lelang Drajat Wisnu dan sejumlah anggota Komisi II DPR sebagai parapihak yang terlibat korupsi.

Gamawan juga menyatakan keheranannya terhadap Elza yang menyebut anggota DPR yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan anggota DPR Arif Wibowo sebagai pihak penerima pembagian uang pelicin proyek e-KTP.

Begitu juga tudingan pada Melcias Markus Mekeng yang dikatakan dari Badan Anggaran DPR. Faktanya, saat proyek e-KTP, Ketua Badan Anggaran DPR dijabat Harry Azhar Aziz.

"Ganjar dan Arif Wibowo malah jadi pihak yang sering mengkritisi habis-habisan Kemendagri, kok disebut ikut menerima 500 ribu dolar. Wah, Nazaruddin makin ngawur saja. Saya juga minta pengacaranya, jangan gampang percaya. Perlu saya tegaskan kalau nama saya disebut terima uang, saya laporkan ke Polda. Saya tegaskan ini!" ancam Gamawan dengan suara meninggi.

Nazaruddin yang kini jadi terpidana korupsi proyek Wisma Atlet, tak hanya meletupkan dugaan korupsi proyek e-KTP di Kemendagri.
Ia mengklaim juga menyerahkan data terkait dugaan korupsi dalam 11 proyek di Kementerian dan Lembaga lainnya ke KPK. "Sebetulnya kasusnya untuk (saham) Garuda, tapi juga membongkar 12 kasus lain. Sekarang mendetail sampai datanya," kata Elza.

Senin (26/8) lalu, Nazaruddin berjanji mengungkap korupsi senilai Rp 6,8 triliun dari 30 proyek yang melibatkan DPR, pemerintahan dan swasta. "Tujuannya bagaimana mencari dana dengan permainan proyek ini dan membagi-bagikan dana supaya mendapatkan satu dana yang cukup besar. Misalnya, direncanakan dari pemerintah dan legislatif," tuturnya.

Proyek-proyek tersebut diajukan ke DPR, setelah disetujui dihitung pengusaha selisih harganya, serta dibagi secara proporsional antara oknum legislatif dan eksekutif. "Rata-rata mark up antara 10-45 persen," kata Elza, meyakinkan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas