Aturan Alat Peraga, Caleg Dituntut Bertemu Konstituen
Wasekjen Partai Golkar, Nurul Arifin menilai positif aturan KPU mengenai pembatasan alat peraga
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wasekjen Partai Golkar, Nurul Arifin menilai positif aturan KPU mengenai pembatasan alat peraga. Hal itu memungkinkan adanya kesamaan antara caleg incumbent dan caleg baru.
"Incumbent dituntut memperlihatkan pengalaman dalam mengumpulkan suara. Ujian bagi dia apakah konstituennya mengenal dia, karena seharusnya mengenal dan lebih mudah. Jadi ujian apakah mereka bekerja," kata Nurul di Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Hal positif lainnya, kata Nurul, terkait efisiensi dana kampanye. Caleg dituntut efisien dalam mengeluarkan dana bagi alat peraga. Anggota komisi I DPR itu pun melihat peraturan tersebut memberikan pendidkan politik bagi pemilih. Caleg dituntut dikenal tidak hanya lewat gambar dan iklan tapi bertatap muka.
"Tidak seperti beli kucing dalam karung. Karena ada yang cuma modal besar, tidak turun ke lapangan tapi tunggu di perempatan," ujarnya.
Di tingkat kecamatan, ujar Nurul, partai harus membuat baliho untuk caleg. Partai harus bekerja dengan pemilu legislatif model suara terbanyak.
"Partai kehilangan semangat untuk bekerja karena diserahkan ke caleg. Partai hanya jadi kendaraan. Partai harus kontribusi untuk memasarkan caleg. Saya terus terang mendukung. Walau saya dikomplain kawan-kawan lain," katanya.
Menurut Nurul, keindahan kota penting dan tanaman punya hak hidup. "Jangan sedikit-sedikit dipaku. Sesuai prinsip hidup saya. Mendukung positif peraturan KPU," katanya.
Nurul pun menegaskan dirinya tidak mencetak baliho untuk berkampanye menyosialisasikan namanya kepada konstituen. "Saya tidak produksi satu baliho. Baliho mahal, cetaknya memang enggak mahal, masangnya mahal Rp 500 ribu, belum lagi sewa tanah dan penjaga. Kalau saya bikin stiker. serahkannya secara door to door, izin dulu. Saya melakukan pendekatan personal. Itu saya suka. Turun ke bawah," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, KPU akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk penertiban alat peraga kampanye yang melanggar aturan tersebut.
Salah satu poin penting dalam revisi aturan kampanye tersebut yakni adanya ketentuan bahwa hanya partai politik yang dibolehkan memasang baliho, billboard, reklame, banner. Itupun hanya satu unit untuk satu desa/kelurahan atau sebutan lain.
Selain itu, bagi calon anggota DPR, DPD dan DPRD hanya dibolehkan memasang spanduk dengan ketentuan satu unit pada satu zona atau wilayah yang ditetapkan pemerintah daerah.