Penembakan Polisi di Jakarta Bentuk Gerakan Gerilya Kota
Di beberapa negara seperti Jerman, papar Bambang, polisi mulai diajarkan bagaimana cara menghadapi gerilya kota.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar melihat adanya gerakan-gerakan terkoordinasi, dalam penembakan polisi di Cilandak, Ciputat, Pondok Aren, dan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gerakan tersebut dikenal Bambang sebagai gerilya kota.
"Saya melihat gerakan-gerakan dari para penembak polisi ini terkoordinir, militansinya cukup tinggi, cara bekerjanya akurat, taktik dan streteginya juga tampak. Jadi, ada sasaran jauh, yaitu lembaga kepolisian jadi target," ujar Bambang saat ditemui di Warung Daun, Cikini, Jakarta Selatan, Sabtu (14/9/2013).
Tapi, di sisi lain, lanjut Bambang, sasaran taktisnya adalah polisi, terutama yang di lapangan yang jadi target.
Bila disandingkan dengan cara-cara gerakan keamanan, paparnya, maka perilaku penembakan anggota polisi di wilayah Polda Metro Jaya belakangan ini, bisa dikategorikan sebagai bentuk gerilya kota. Kepolisian, menurut Bambang, belum mengenal istilah gerilya kota.
Di beberapa negara seperti Jerman, papar Bambang, polisi mulai diajarkan bagaimana cara menghadapi gerilya kota.
Namun, di Indonesia, Polri belum punya pelajaran khusus tentang penanganan gerilya kota. Entah apakah Densus 88 Antiteror diajarkan bagaimana menghadapi gerilya kota?
"Tapi, saya lihat belum tampak, mungkin publik bisa melihat bagaimana gerakan polisi hanya begitu-begitu saja," tuturnya.
Dosen PTIK menjelaskan, untuk mengatasi gerilya kota, perlu ada gerakan berbeda dengan gerakan-gerakan dalam perang, karena tempatnya berada di kota.
"Yang tahu ini sebenarnya militer. Atau, ini bisa saja teroris menggunakan cara-cara gerilya kota seperti di Pakistan, Afghanistan, Timur Tengah, umumnya gerilya kota. Nah, kondisi demikian saya pikir perlu kerja sama sementara lagi (dengan TNI), tapi tidak tetap (kerja samanya)," saran Bambang.
Bambang tidak ingin polisi kembali ke militer seperti zaman Orde Baru. Namun, kepolisian sebagai penegak hukum dalam negeri, harus berbenah dalam rangka memerbaiki struktur organisasi, susunan kekuatan, cara bertindak, dan kepemimpinan. Semuanya perlu diubah total.
"(Polri) perlu mawas diri. Mengkaji bagaimana sistem operasionalnya, sistem organisasinya, sistem pendidikannya, apakah sudah disesuaikan dengan perubahan masyarakat Indonesia?" papar Bambang. (*)