Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gita: Produksi Nasional Kurang, Kalau tak Impor Kita tak Makan Tempe

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku dirinya sebenarnya tidak menyukai kebijakan impor

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Gita: Produksi Nasional Kurang, Kalau tak Impor Kita tak Makan Tempe
/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
KEMBALI PRODUKSI - Slamet (47) membersihkan kacang kedelai yang sudah direbus saat akan memulai produksi tempe kembali setelah tiga hari mogok produksi di pabrik tempe Arema, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Rabu (11/9). Tiga hari mengikuti mogok produksi secara masal sebagai bentuk protes akibat belonjaknya harga kedelai, pakrik yang memproduksi tempe dengan bahan baku dua kwintal kedelai impor per hari itu harus merugi lebih dari Rp 500 ribu per hari. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

KARTA, KOMPAS.com — Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku dirinya sebenarnya tidak menyukai kebijakan impor. Namun, kebijakan itu harus ditempuh untuk kepentingan nasional.

"Saya itu kurang suka impor. Tapi, kalau produksi nasional tidak sesuai target, mau tidak mau kita harus lakukan impor. Kalau enggak, kita enggak bisa makan tempe tahu," kata Gita saat bertemu dengan para perajin tahu di Utan Kayu, Jakarta, Jumat (20/9/2013).

Selain impor kedelai, Indonesia juga melakukan impor sapi, bawang, serta produk-produk lainnya.

Sementara itu, menanggapi keluhan para perajin tahu tempe mengenai tingginya harga kedelai,  Gita mengatakan, impor kedelai dilakukan karena adanya gejolak nilai tukar.

Tingginya harga bahan baku tahu tempe ini, sebutnya, juga dialami negara-negara lain. Selain itu, tingginya harga kedelai impor disebabkan kekacauan cuaca tempat produsen, Amerika Serikat. "Kalau cuaca kacau, maka harga mahal. Tempat asalnya naik, dan kita belinya pakai dollar," sambungnya.

Ia menambahkan, Kementerian Perdagangan menjamin pasokan kedelai dari September 2013 hingga Maret 2014. Namun, untuk harga, peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat itu pun mengaku hanya bisa berharap agar suasana perekonomian semakin tenteram sehingga rupiah bisa stabil.

Sementara itu, pemilik sentra produksi tahu Putra Sumo, Sutaryo, mengatakan, ia tidak mengerti kenapa pemerintah sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat. Padahal, komoditas itu juga dapat diperoleh dari Brasil dan Thailand dengan kualitas baik.

Berita Rekomendasi

Ketika dikonfirmasi perihal ini, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina mengatakan, Kementerian Perdagangan tengah berusaha mencari pasar baru sebagai substitusi Amerika Serikat. "Selama ini, masih Amerika Serikat karena kedelai di sana lebih bagus ya," kata Srie.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas