Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Oknum MK 'Menodong' Sarimuda-Nelly Rp 8 Miliar

Menurut Irham, kliennya, pasangan Sarimuda-Nelly, adalah pemenang sah menurut KPU Kota Palembang.

Penulis: Y Gustaman
zoom-in Kisah Oknum MK 'Menodong' Sarimuda-Nelly Rp 8 Miliar
TRIBUN SUMSEL/M AWALUDDIN FAJRI
Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, Sarimuda dan Nelly Rasdiana, saat rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut, di Kantor KPU Kota Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (21/2/2013). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu pasangan Sarimuda-Nelly, mengaku pernah ditawari akan dimenangkan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Wali Kota Palembang, oleh oknum Mahkamah Konstitusi.

Itu diungkapkan kuasa hukum Sarimuda-Nelly, Irham Prabu Jaya, dalam diskusi terbuka bertema 'Dialog Politik dan Hukum, Menganulir Putusan Sengketa Pilkada di MK yang Terindikasi Suap', di Galery Cafe, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2013).

Menurut Irham, kliennya, pasangan Sarimuda-Nelly, adalah pemenang sah menurut KPU Kota Palembang. Saat itu, calon lainnya, Romy-Harno, mengajukan gugatan sengketa ke MK, karena selisih delapan suara dengan pasangan Sarimuda-Nelly.

"Yang kalah menggugat dengan meminta penghitungan ulang beberapa kotak suara. Akhirnya, dimobilisasi kotak suara dari Palembang ke MK. Aneh bin ajaib, kotak suara tidak digembok lagi, isinya air sehingga tidak bisa dibaca," ungkap Irham.

Keanehan terjadi ketika kotak suara dibawa bukan di dalam persidangan, tapi di ruang lain, lalu dihitung majelis sendiri.

Irham menuding perbuatan menghitung sendiri di luar persidangan, dilakukan oleh Ketua MK Akil Mochtar yang belakangan jadi tersangka suap.

Kebobrokan semakin terlihat ketika panitera yang mencatat jalannya persidangan, membuat laporan yang membenarkan bahwa majelis menghitung sendiri. Laporan jalannya sidang yang mengungkapkan itu, tidak dibaca majelis dan langsung ditandatangani.

Berita Rekomendasi

"Inilah kelihatan jahatnya, dan hasil keputusan menjadi aneh. Keanehannya diperparah lagi, klien saya menang pilkada dan di SK-kan KPU. Lawannya meminta SK dibatalkan dan oleh MK tidak dibatalkan. Lalu, penggugat menang dan tergugat SK-nya tidak diteken. KPU bingung dan meminta fatwa," papar Irham.

Permintaan KPU meminta fatwa, dijawab panitera dengan asumsi, kalau penggugat dikatakan menang, otomatis SK pihak terkait yang diputuskan KPU menjadi batal. Dasar ini yang menjadi pertimbangan KPU untuk membatalkan SK kemenangan Sarimuda-Nelly.

Menurut Irham, seharusnya putusan MK yang bersifat final mengikat, termasuk di dalamnya titik koma tidak boleh diubah, ditafsirkan, dijabarkan, hanya dilaksanakan.

"Ini baru dari segi keanehan. Kami berkumpul bukan orang-orang kalah perang. Dalam perang, kalah menang biasa," tuturnya.

Tidak berhenti di situ saja, Sarimuda-Nelly yang menurut KPU menang, ketika kasusnya dibawa ke MK, ditelepon beberapa orang oknum MK. Oknum tersebut menjanjikan, jika ingin menang dalam sengketa di MK, maka harus membayarkan uang. Saat itu, Sarimuda-Nelly sebagai pihak terkait dengan KPU sebagai tergugat.

"Bapak kalau mau, saya arrange ketemu dengan hakim-hakim tertentu," begitu pesan oknum kepada tim kuasa hukum Sarimuda-Nelly.

Sayang, tim kuasa hukum belum melakukan deal, karena memang tidak memiliki uang dan pasti MK memenangkannya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas