IPW: Sibuk Suksesi Kapolri, Kasus Penembakan Polisi Terlupakan
Elit-elit Polri tampaknya lebih sibuk bermanuver untuk suksesi kapolri baru ketimbang berupaya membantu memberi strategi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kasus teror penembakan polisi kelas bawah saat ini seakan terlupakan. Elit-elit Polri tampaknya lebih sibuk bermanuver untuk suksesi kapolri baru ketimbang berupaya membantu memberi strategi untuk memburu pelaku penembakan yang sampai saat ini masih misterius.
Padahal, ketidakmampuan Polri mengungkap kasus penembakan ini juga berdampak pada citra Bareskrim yang dipimpin Komjen Sutarman.
Indonesia Police Watch (IPW) mengingatkan, selama empat bulan terakhir terjadi 25 kasus penembakan misterius di seluruh wilayah Indonesia dan hanya satu pelakunya yg tertangkap. "Dalam kasus penembakan ini tanggungjawabnya tak bisa hanya dilimpahkan ke polda semata. Bareskrim sabagai satuan tertinggi reserse dan kriminal harus ikut bertanggungjawab untuk mengungkap kasus-kasus penembakan ini," kata Ketua Presidium IPW, Netta S Pane dalam keterangan tertulisnya.
Apalagi, kasus penembakan misterius itu juga menjadikan polisi sebagai korban. Dalam tiga bulan ada 8 kali penyerangan pada polisi. Enam polisi ditembak, satu polisi dirampok saat bertugas dan satu lagi rumah polisi ditembaki. Ironisnya hingga kini tidak satupun pelakunya tertangkap. Bahkan tidak ada progres penanganan kasus tersebut yang dipublikasikan Polri ke masyarakat.
"Diharapkan elit-elit Polri jangan hanya larut pada manuver pencalonan kapolri. Sebab kasus penembakan ini sngat membuat masyarakat resah. Aksi penembakan terhadap polisi yg semula terjadi di wilayah pinggiran dan kini mulai bergeser ke pusat ibukota menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak pihak," ujarnya.
Jika aksi penembakan ini tidak segera diungkap masyarakat semakin tidak percaya lagi bahwa Polri akan mampu menjaga keamanan warga, wong menjaga keamanan dirinya saja tidak mampu. "Selain itu, jika kasus ini tidak terungkap tentu akan membuat keluarga korban merasa terzalimi rasa keadilannya," lanjut Neta.