Bunda Putri Pernah Diusir Mantan Kepala BP Migas
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) genap setahun dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) genap setahun dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK 13 November 2012, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menaungi BP Migas dinilai prokepentingan asing sehingga bertentangan dengan UUD 1945. Kemarin, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono membeber fakta-fakta yang sangat antikepentingan asing.
Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono rupanya pernah bersinggungan Non Saputri alias Bunda Putri. Jika kepada pejabat negara sosok wanita misterius yang sempat heboh karena dikaitkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cukup dekat, tidak demikian dengan Priyono, tak mempan rayuan Bunda Putri.
Priyono menyebut bahkan pernah mengusir perempuan yang disebut punya banyak jaringan pejabat di berbagai instansi tersebut.
Priyono menuturkan, pengusiran itu terjadi ketika Bunda Putri ditugaskan PT Petronas Carigali, perusahaan Migas Malaysia, mendampingi seorang pejabat Petronas melobi BP Migas terkait pengerjaan proyek penyaluran gas lapangan Kepodang Blok Muria, di Jepara, bagian Utara Jawa Tengah untuk PLTGU milik PLN di Tambaklorok, Semarang. Itu terjadi pada medio 2008.
Sebelum insiden itu, kata Priyono, ia memang memiliki relasi yang buruk dengan perusahaan minyak asal Malaysia, Petronas. Priyono menyebut beberapa kali diundang Presiden Petronas, Tan Sri Mohd Hassan Merican tapi tak pernah diindahkan. Priyono mengungkapkan alasannya penolakan lantaran antipatinya pada negeri Jiran tersebut.
"Ya karena Malaysia kan kita lihat semua diaku-akui (klaim). Nggak nyaman lah. Ada (balap) F1, saya nggak pernah mau ke sana. Ada seminar nggak pernah datang. Akhirnya suatu saat, karena mereka ada proyek di Kepondang, mereka mau safe. Tapi saya lihat mereka itu juga nahan harga, mereka tak mau nego," ujar Priyono saat berbincang dengan Tribunnews.com di sebuah restoran di City Plaza, Jakarta, Rabu (13/11).
Di saat itulah Petronas mengirimkan wakil dari Tan Sri Mohd Hassan bersama Bunda Putri untuk bertemu Priyono. Mereka pun bertemu dan berbincang. Saat itu, kata Priyono, Bunda Putri mengeluarkan 'rayuan' yang sifatnya mendesak Priyono selaku kepala BP Migas.
"Ada kalimatnya yang rasanya desak-desak saya. Ya, seperti, "tolong lah pak". Itu yang membuat saya berkata, 'sudah suruh keluar deh orang ini, sudah nggak sreg lagi sama orang ini'. Ini kan tingkat tinggi, kami (BP Migas) dalam posisi menekan Petronas untuk tunduk pada keinginan kita (pemerintah), jangan berlama-lama lagi untuk POD-nya (plan of development)," kata Priyono.
Kemashyuran Bunda Putri juga diakui Priyono. Ia menyebut, sosok perempuan itu memang sudah lama menggeluti dunia deal maker alias makelar. Hampir semua pejabat yang duduk di posisi strategis di negara ini, kata Priyono, kenal Bunda Putri.
"Owh, sudah ke mana-mana dia ini. Sudah sejak lama dia. Semua pejabat dia kenal. Ya, Palu Gada (apa lu minta gue ada). Tapi saya enggak mau foto sama dia," kata Priyono.
Ia mengaku bertemu Bunda Putri tahun 2008. Sejumlah pemberitaan menyebut, Bunda Putri direkrut Petronas sebagai advisor sejak tahun itu. Meski hanya bekerja 2 tahunan lantaran kontraknya diputus, lewat Petronaslah Bunda Putri memiliki kenalan banyak pejabat. "Silakan cocok-cocokkan keterangan ini dengan (sejumlah) pemberitaan itu," ujar Priyono.
Adapun penuturan Priyono soal pengalamannya ini dimaksudkan untuk menepis anggapan yang menuding dirinya sebagai pribadi yang pro-asing saat menjabat Kepala BP Migas, dan alasan Mahkamah Konstitusi membubarkan BPH Migas.
Selain kasus Petronas di Kepodang, Priyono juga menuturkan sejumlah contoh lain yang menunjukkan betapa independensi BP Migas terjaga dan tak bisa diintervensi apalagi tunduk pada kontraktor production sharing (KPS).