Pengamat Intelijen: Indonesia Belum Perlu Usir Diplomat Australia
Pengamat intelijen Universitas Indonesia (UI) Wawan Purwanto berpendapat sikap pemerintah Indonesia terhadap Australua bisa lebih keras
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, JAKARTA-- Pengamat intelijen Universitas Indonesia (UI) Wawan Purwanto berpendapat sikap pemerintah Indonesia terhadap Australua bisa lebih keras lagi melalui pengusiran diplomatnya.
Namun, imbuhnya, tampaknya sikap mengusir diplomat Australia masih blm perlu. "Dan kita tetap perlu jaga hubungan," ungkap Wawan kepada Tribunnews.com, Minggu (24/11/2013).
Lebih lanjut Pengamat intelijen UI ini menilai sikap pemerintah Indonesia kepada Australia terkait penyadapan sudah keras. Namun, sekarang tinggal bagaimana tanggapan pihak Australia atas sikap tegas Indonesia?
Karena itu, imbuh Wawan, surat balasan dari Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu dipelajari dengan seksama.
Sebelumnya, Wawan Purwanto berpendapat intelijen Amerika dan Australia tidak akan mampu membongkar informasi Indonesia yang berkategori rahasia dan sangat rahasia dengan penyadapan.
"Yang berhasil mereka sadap hanya informasi yang bersifat biasa dan terbatas," kata Wawan kepada wartawan saat memaparkan hasil analisisnya tentang isu penyadapan di Jakarta, Senin (11/11/2013) malam.
Menurut dia, informasi yang sifatnya rahasia dan sangat rahasia masih aman. Ini menunjukan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) mampu mengamankan rahasia negara.
Pun, Wawan meyakini BIN dan Lemsaneg sudah mengetahui aksi penyadapan itu karena dirinya sudah mengecek langsung di Wikileaks dan sejumlah dokumen yang pernah disadap mantan pegawai intelijen Amerika, Edward Snowden.
Wawan menjelaskan informasi yang berkategori rahasia dan sangat rahasia hanya ada 10 persen, sedangkan yang biasa dan terbatas berjumlah 90 persen. "Dilihat dari apa yang disadap dan dilihat asing kebanyakan informasi yang terbuka dan sifatnya umum," kata dia.
(Andri Malau)