Joyo Winoto: Molornya Sertifikat karena Belum Memenuhi Syarat
Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto mengakui turunnya SK atau sertifikat tanah proyek pembangunan Hambalang
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyo Winoto mengakui turunnya SK atau sertifikat tanah proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, baru turun di era Menpora Andi Mallarangeng, padahal Menpora Adhyaksa Dault sudah menanyakan sejak 2006.
Saat bersaksi untuk terdakwa Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (26/11/2013), Joyo mengaku pernah didatangi Adhyaksa dan stafnya ke kantor BPN, Mei 2006. Adhyaksa datang menanyakan proses sertifikat hak pakai tanah.
"Saat itu, permohonan belum masuk ke BPN. Permohonan baru masuk ke kantor Pertahanan Bogor, September. Dia sempat lagi datang pada 6 april 2009, dan permohonan sudah masuk," kata Joyo yang menjadi dosen IPB sebelum jadi Kepala BPN.
Anggota hakim Sutio, lantas menanyakan kenapa masalah sertifikat tanah baru turun di era Andi. Menurut Joyo, pengurusan tanah proyek Hambalang membutuhkan proses panjang.
Joyo menceritakan, proses pengurusan mulai dilakukan 2006. Lalu ia interaksikan permohonan hak pakai pada 22 Januari 2007. Ketika itu Deputi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, Bambang Eko lewat laporan nota dinas. Tapi, permohonan belum bisa diproses karena ada empat hal harus diselesaikan.
"Pertama soal luasan, kedua berkaitan adanya laporan bagian tanah disengkatan secara tata usaha negara, ketiga, persoalan pembebasan tanah. Dan keempat berkaaitan dengan peralihan kepemilikan dari pemilik awal ke kantor Kemenpora. Empat hal jadi kontrol saya secara administrasi," aku Joyo.
Dikatakan Joyo, hal keempat ini sudah dikomunikasikan oleh Bambang ke Kemenpora. Dari empat hal di atas, memang beberapa persyaratan sudah dipenuhi, tapi ada yang belum, sehingga tidak bisa ditandatangani.
Syarat yang belum dipenuhi, terkait kepemilikan. Di mana pada 2004, tanah tersebut sudah dilepas PT Buana Estate ke Kemenpora. Pada 2006, kepemilikan itu dicabut kembali, konsekuensinya karena pengamanan aset negara. Pada akhirnya, proses selesai karena berpotensi konflik.
Konsep SK pada akhirnya kelar setelah empat persyaratan di atas kelar. Konsep atau draft SK sendiri diajukan Bambang ke Joyo. "Sekarang sudah semua selesai," papar Joyo, menimbang persoalan kepemilikan tanah dari PT Buana Estate dengan Kemenpora sudah selesai.