Perpecahan Kelompok Teroris Abu Roban
Sel jaringan teroris tidak pernah mati
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sel jaringan teroris tidak pernah mati. Pengikut-pengikutnya terus membentuk kelompok baru meskipun sempat terjadi perselisihan paham diantara mereka.
Setelah pertemuan Situ Gintung pada 2012, muncul sebuah kelompok yang saat itu belum ada namanya yang dipimpin Polo alias Kodrat. Kelompok ini kemudian mulai melakukan beberapa aksi pengumpulan dana.
Mereka membagi dalam tiga wilayah, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Jakarta dipimpin Polo alias Kodrat yang dianggap sebagai pimpinan tertinggi, kemudian wilayah Jawa Barat dipimpin Wiliam Maksum, dan wilayah Jawa Tengah dipimpin Abu Roban.
Kelompok Wiliam Maksum dan Budi Syarif alias Angga melakukan aksinya dengan membeli senjata api di Cipacing dari seseorang yang bernama Cucu Suryaman alias Api alias Kurnia alias Ayung. Kelompok ini melakukan latihan pembuatan bom yang dihadiri Nurul Haq alias Jeck, Wiliam Maksum, Budi Syarif, Anwar, dan Sofyan alias Acong. Anwar dan Sofyan merupakan pelaku bom Beji Depok.
Sementara Anton, Hendi, Ismail Aalim, Syarif Sidiq dibawah pimpinan Deko alias Kodrat alias Polo memunculkan kelompok baru dengan mencari dana sebanyak-banyaknya dengan perampokan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kodrat saat itu, memimpin pembobolan toko emas di Tambora, sampai akhirnya kepolisian membekuk kelompok ini di sejumlah tempat diantaranya di Bekasi atas nama Ariyanto alias Togok, Indra Hermawan alias Kardus, Zulkifli alias Kiki, Polo alias Kodrat alias Deko. Saat itu Kodrat tewas dalam penyergapan Densus 88 Antiteror Polri.
"Dalam perjalanan antara Abu Roban dan Kodrat terjadi selisih paham. Sehingga pada sekitar bulan agustus 2012 Abu Roban membentuk MIB (Mujahid Indonesia Barat) di Gunung Kamojan, Garut, Jawa Barat. Kelompok ini memiliki visi untuk membantu perjuangan jihad kelompok MIT (Mujahid Indonesia Timur) yang dipimpin Santoso yang berpusat di Sulawesi Tengah," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).
Asal-usul kelompok ini memiliki saling keterkaitan antara Kelompok Bojong Gede yang saat itu dipimpin Anwar. Kelompok Depok atas perintah Badri yang merupakan kelompok Solo yang mengenyam pelatihan teror di Poso memerintahkan kelompok Depok untuk membuat sebuah laboratorium pembuatan bom dengan tujuan bom-bom tersebut dikirim ke Poso.
Tetapi apabila tidak bisa dikirim ke Poso maka mereka bisa menggunakannya untuk menyerang kantor-kantor Polisi. Terbongkarnya kelompok ini setelah terjadi ledakan bom di Beji, Depok. Saat itu satu pengikutnya Muhammad Thoriq menyerahkan diri kepada polisi.
Sementara kelompok pimpinan Abu Roban getol melakukan berbagai perampokan di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Lampung. Terungkapnya kelompok ini setelah ditangkapnya Wiliam Maksum pada Mei 2013.
Kemudian Densus 88 bergerak cepat dan melakukan penyergapan di Bandung, Kendal, dan Kebumen. Saat itu Abu Roban tewas dalam aksi baku tembak dengan Densus 88 Antiteror di Batang, Kendal, Jawa Tengah.
"Fakta bahwa MIB membantu kelompok Mujahidin Indonesia Timur adalah adanya pengiriman senjata api dan amunisi dari Bandung ke Makassar yang dibeli dari hasil beberapa aksi perampokan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bandung, Jawa Tengah, dan Jakarta. Senjata api dan amunisi tersebu dibawa ke Poso melalui makassar untuk diserahkan kepada kelompok MIT pimpinan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah," ujar Boy.
Penangkapan pihak kepolisian terhadap jaringan terorisme Abu Roban pada Mei 2013, hasilnya keterangan dari kelompoknya yang hidup mengarah kepada seseorang bernama Yudi alias Umair di Makasar dan Indra alias Jendol di Nima, NTB.
Mereka merupaka DPO kasus penembakan anggota brimob di Loki, Kepulauan Seram pada Mei 2005.
"Mereka pun DPO kasus percobaan pembunuhan terhada gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo," ujarnya.
Pertengahan 2013, tepatnya di bulan Agustus 2013 saat umat muslim menjalankan ibadah puasa serangkaian aksi teror kembali terjadi diantaranya ledakan bom di Mapolsek Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat, serta penembakan sejumlah anggota kepolisian di wilayah Polres Metro Jakarta Selatan.
Ternyata pelakunya masih kelompok Abu Roban juga yang belum yang kemudian diketahui sebagai kelompok Ciputat yang dipimpin Hidayat alias Dayat Kacamata bersama Nurul Haq.
Sebuah sepeda motor Yamaha Mio yang ditinggal di Pondok Aren, Tangerang Selatan, saat terjadi penembakan polisi menjadi petunjuk kepolisian untuk menuntaskan jaringan teroris Abu Roban.
Kemudian polisi menangkap Topan Amir yang merupakan adik dari Fajar Sidik sekaligus pengikut Nurul Haq. Topan Amir adalah penyedia sepeda motor yang digunakan Nurul Haq alias Jack dan Hendi untuk malakukan penembakan anggota polisi di Pondok Aren.
Pengembangan penyidiikan dari beberapa tersangka yang telah lengkap, akhirnya mengarahkan polisi kepada Anton alias Septi yang berada di Banyumas, Jawa Tengah yang ditangkap (31/12/2013).
"Ia merupakan tersangka kasus peletakan bom di vihara ekayana, Tanjung Duren Jakarta Barat dan terkait peledakan bom Beji pada September 2012 lalu," kata Boy.
Dari Anton baru dikembangkan sampai akhirnya terjadi penggerebekan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan. Dalam penggerebekan tersebut Hidayat alias Dayat alias Daeng, Nurul Haq alias Dirman, Ozi alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi Albar, dan Edo alias Amril tewas diterjang peluru anggota kepolisian.