DPR Ajukan Hak Interpelasi
PR akan menggunakan Hak Interpelasi jika pemerintah tidak bertanggungjawab dan tidak jujur pada kebijakan menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR akan menggunakan Hak Interpelasi jika pemerintah tidak bertanggungjawab dan tidak jujur pada kebijakan menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram. Akan ada inisiatif dari DPR untuk menggalang pengumpulan tanda tangan guna memenuhi keabsahan penggunaan Hak Interpelasi DPR.
"Hak Interpelasi adalah hak DPR memanggil presiden utk meminta penjelasan atas kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada rakyat dan negara. Untuk memuncul kan usul itu, hanya dibutuhkan tanda tangan minimal 25 anggota DPR dari lebih satu fraksi. Usul penggunaan Hak Interpelasi itu kemudian diajukan ke forum paripurna DPR," ujar politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Senin (6/1/2014).
Meski hari ini pemerintah telah memutuskan kenaikan harga gas elpiji Rp.1000 perkilogram atau Rp.12.000 per tabung gas 12 kg, Bambang menegaskan, DPR akan tetap mempersoalkannya. Hal ini akan dilakukan lantaran ada kesan kebohongan dalam merumuskan kebijakan harga gas elpiji.
"Mengelola negara kok seperti menyetir bajaj. Berbelok, injak rem dan injak gas sesukanya," tuding Bambang.
"Saya tetap memaknai kebijakan menaikkan harga gas elpiji tabung 12 Kg sebagai kebijakan pemerintahan SBY-Boed, bukan semata-mata kebijakan PT Pertamina. Logika sederhannya begini. Pertamina itu BUMN yang diikat dengan UU. Dia harus tunduk pada pemerintah, khususnya kepada Presiden dan Menteri ESDM sebagai Pembina. Apalagi komoditi yang dikelola Pertamina sangat strategis," katanya lagi.
Jika presiden dan Menko Perekonomian mengatakan naiknya harga elpiji 12 Kg sebagai aksi korporasi Pertamina, sambung Bambang lagi, pernyataan ini sarat kebohongan. Pemerintah dianggap ingin mengambinghitamkan Pertamina dan menjadikan Dahlan tumbal pencitraan. Kenaikan harga ini, Bambang yakin, tidak mendadak, melainkan sudah direncanakan dan diketahui pemerintah.
Sebab, PT Pertamina telah melaporkan rencana kebijakan perubahan harga elpiji 12 Kg kepada Menteri ESDM Jero Wacik. Mekanisme pelaporan ini sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Menteri ESDM No.26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji.
"Karena kenaikan harga elpiji berdampak sangat luas dan signifikan terhadap kehidupan rakyat, Jero Wacik pasti tidak berani bertindak sendirian. Dia akan berkoordinasi dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Apalagi, ada dampak inflatoir dari naiknya harga gas elpiji. Setelah itu, Hatta dan Jero Wacik pasti harus berkonsultasi dengan Presiden SBY sebelum memberi respon final kepada Pertamina," tegasnya.
Kesimpulannya menurut Bambang sederhana. Sejak 1 Januari 2014 Pertamina telah berani menaikan harga gas elpiji 12 kilogram, berarti Presiden dan para pembantunya telah menyetujui proposal Pertamina itu. Kalau tidak disetujui SBY, Pertamina tidak akan berani menaikan harga gas elpiji.
"Karena itu, Saya menilai, Instruksi SBY kepada Wapres Boediono agar mengadakan rapat koordinasi dengan para pihak terkait untuk menyikapi kenaikan harga gas elpiji sebagai sikap kepura-puraan belaka. Presiden, cuci tangan dan lagi-lagi tidak mau bertanggungjawab," Bambang Soesatyo menuding.
"Tak hanya menentang, semua kalangan perlu waspada. Saya curiga, mendekati pemilu ini akan makin banyak peristiwa yg direkayasa utk mendongkkrak elektabilitas melalui modus pencitraan," katanya lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.