Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pesta Bakar Batu pada Hari Pencoblosan

Pesta bakar batu besar-besaran di sana masyarakat makan, dari ubi, babi, sayur, keladi yang dibakar.

Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pesta Bakar Batu pada Hari Pencoblosan
Tribun Manado/Rizky Adriansyah
Pesta Bakar Batu 

TRIBUN, JAKARTA - Pesta di tengah pesta. Begitulah pesta demokrasi lima tahunan berlangsung di Puncak Ilaga, salah satu kabupaten pemekaran yang baru di Provinsi Papua. Sudah lumrah di hari pelaksanaan pemilu, ada pesta bakar batu.

Sejatinya pesta bakar batu adalah tradisi yang dirayakan di kegiatan besar masyarakat pegunungan Papua, salah satunya di Kabupaten Puncak Ilaga. Bakar batu adalah istilah untuk membakar umbi-umbian, sayuran, dan babi yang nantinya dimakan bersama.

"Pesta bakar batu besar-besaran di sana masyarakat makan, dari ubi, babi, sayur, keladi yang dibakar. Semua masyarakat kumpul di sana. Kalau tidak begitu mereka tidak mau datang ke TPS," ujar komisioner KPU Puncak Ilaga, Aten Niom di KPU RI, Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Aten mengakui, hajatan pencoblosan di hari pemungutan suara, di setiap kampung diadakan pesta bakar batu. Ini sudah menjadi adat. Pesta ini bukan hanya berlaku ketika hari pemungutan, tapi di kegiatan adat lainnya.

"Jadi, pelaksanaan penyelenggaraan pemilu dengan sistem adatnya berjalan beriringan. Sehingga berkorelasi satu sama lain dan tidak menimbulkan konflik nantinya," sambungnya.

Kabupaten Puncak Ilaga memiliki delapan distrik atau kabupaten. Untuk pesta bakar batu di hari pemungutan berdasarkan kesepakatan dengan tetua adat. KPPS juga ikut memberikan sumbangan untuk pesta bakar batu ini, tidak melulu menyoal untung rugi kalau dari dana.

Menurut Aten, ada alasan cukup masuk akal dengan pesta bakar batu ini. Karena, persoalan perut sesuatu yang tidak bisa diajak kompromi. Pasalnya, dari kampung untuk menuju TPS tertentu menempuh jarak lima jam, sehingga perut harus terisi.

Berita Rekomendasi

"Mendatangi TPS tidak seperti di sini. Kita di sana harus keluar masuk hutan, naik turun gunung, dan melewati sungai. Kondisi kami di dataran tinggi Puncak Ilaga waktu menjadi persoalan untuk bisa sampai TPS," jelas Aten.

Dengan kontur lokasi berada di dataran tinggi adalah risiko yang harus dijawab penyelenggara pemilu agar hak konstitusional pemilih dapat terjamin. Ia mencontohkan, bagaimana petugas di lapangan mendatangkan kotak suara dari kecamatan bukan perkara mudah.

Dengan kondisi alam pegunungan, bertebing curam dan sungai, sambung Aten, untuk mengangkat logistik dari kecamatan sampai TPS, setidaknya butuh lima orang. Mereka lah yang bergantian memanggul logistik kepemiluan untuk sampai ke TPS.

"Jadi yang membawa logistik ini bergantian di antara lima orang. Paling jauh sampai ke lokasi TPS setidaknya harus lima orang diturunkan. Kadang-kadang dari mereka ada yang sampai tidur di tengah jalan," ungkapnya.

Dalam Pemilu 2014, ada 25 kursi yang coba dimenangkan para calon legislatif untuk bisa duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Puncak Ilaga. Menurut Aten, jumlah seluruh pemilih di Kabupaten Puncak Ilaga mencapai 1035 orang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas