Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi I DPR: Kita Bisa Gantian Balas Kapal Singapura Dilarang Masuk Indonesia

Apa urusan Singapura melarang KRI Usman Harun masuk perairannya? Indonesia juga bisa membalas, Kapal Singapura dilarang Masuk Indonesia

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Komisi I DPR: Kita Bisa Gantian Balas Kapal Singapura Dilarang Masuk Indonesia
Istimewa
Jenis Kapal Perang Multi Role Light Frigate Buatan Inggris 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah Singapura melarang KRI Usman Harun masuk ke teritorial perairannya berbuntut panjang. Hal itu mendapatkan reaksi dari Komisi I DPR bidang Luar Negeri.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan Indonesia dapat membalas kebijakan Singapura tersebut. Kebijakan itu melarang kapal berbendera singapura lewat perairan Indonesia.

"Apa urusan dia melarang-larang? Kita juga bisa melarang kalau gitu," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2014).

Mahfudz meminta pemerintah bereaksi keras terkait kebijakan itu. Ia menilai Indonesia layak menghentikan kerjasama bidang pertahanan dengan Singapura.

"Nggak akan rugi kok. Justru Singapura yang rugi kalau gitu," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, keputusan Indonesia menamakan kapal perang baru KRI Usman Harun, setelah beberapa dekade lalu Indonesia melakukan sabotase di Singapura dengan pengeboman McDonald pada 1965, memasuki babak baru hubungan kedua negara.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan untuk melarang KRI Usman Harun yang memiliki panjang 90 meter itu masuk ke teritorial perairannya. Mereka beralasan, penamaan Usman Harun pada KRI itu akan membuka luka lama dari keluarga korban.

The Straits Times, Sabtu (8/2/2014) melansir, jika pemerintah Singapura mengizinkan KRI Usman Harun melintasi perairan, maka dikhawatirkan akan mengubah pandangan mengenai kampanye anti-terorisme.

Pemerintah Singapura juga mempermasalahkan dua orang Marinir Indonesia yang melakukan pengeboman di dalam kota Singapura pada 1965 itu justru dianggap sebagai pahlawan.

Menurut mereka, bila dilihat dengan cara pandang masa kini, maka kedua prajurit itu telah melakukan tindakan teror terhadap warga sipil Singapura. Di sisi lain, mereka menyadari, kedua prajurit tersebut hanya menjalankan perintah menjalankan misi negara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas