Pramono Edhie: Soal Usman-Harun, Singapura Berlebihan
Pramono Edhie Wibowo, menilai Singapura berlebihan mengenai larangan KRI Usman-Harun berlayar di perairan Singapura.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu calon presiden peserta Konvensi Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, menilai Singapura berlebihan mengenai larangan kapal perang Indonesia (KRI) Usman-Harun berlayar di perairan Singapura.
"Kalau benar Singapura melarang KRI Usman-Harun berlayar di perairan Singapura maka kapal perang Singapura juga tidak boleh berlayar di wilayah perairan Indonesia," kata Pramono setibanya di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, usai mengikuti Debat Bernegara Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat di Bali, Rabu (19/2/2014).
Pramono dimintai tanggapan oleh pers terkait pernyataan Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen dalam sebuah sesi sidang parlemen, Selasa (18/2/2014) siang, yang mengatakan negaranya melarang kapal perang Indonesia itu memasuki teritorinya, termasuk pelabuhan dan pusat pangkalan angkatan laut.
Hen menilai penggunaan nama Usman-Harun dapat membuka luka lama Singapura. Hal ini terkait dengan keinginan Singapura yang meminta pemerintah Indonesia merubah penamaan KRI Usman-Harun. Sejauh ini desakan Pemerintah Singapura agar nama kapal perang itu diganti tidak diindahkan oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Pramono Edhie, Singapura tidak berhak mengatur Indonesia dalam pemberian nama KRI.
"Penamaan tersebut adalah bentuk penghormatan Indonesia kepada pahlawan yang diabadikan dalam penamaan objek tertentu yang tidak boleh diintervensi oleh negara lain. Penamaan KRI Usman Harun sudah sesuai prosedur dan merupakan hak Indonesia sebagai pemilik kapal," kata Pramono Edhie.
Edhie melanjutkan bahwa Singapura akan dirugikan kalau peraturan tersebut diberlakukan.
"Laut Singapura kecil, sepanjang pengetahuan saya, jarang sekali kapal perang kita mengarungi wilayah laut Singapura, justru kapal perang mereka yang sering memasuki wilayah laut Indonesia," kata Edhie.
Pramono Edhie yang juga mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI ini berharap pemerintah Singapura bisa paham dengan kondisi seperti ini dan tidak mempengaruhi hubungan baik kedua negara yang selama ini sudah terjalin erat.