Pernah Jadi Bawahan Menteri, Tim Pakar Khawatir Calon Punya Konflik
Calon Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams ditanya tim pakar mengenai sosok negarawan di Kementerian Hukum dan HAM.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams ditanya tim pakar mengenai sosok negarawan di Kementerian Hukum dan HAM. Wahiduddin merupakan pensiunan PNS Kemenkumham yang ikut dalam seleksi calon hakim konstitusi.
"Karir di Kemenkumham ada 12 menteri yang bapak dampingi. Menurut bapak siapa yang paling negarawan?" kata anggota tim pakar Saldi Isra di ruang rapat Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Namun, Wahiduddin tidak menjawab siapa yang paling negarawan. Ia malah menjawab sejumlah menteri yang menjadi atasannya.
"Saya bekerja dengan Ismael Saleh, Utoyo, Muladi, Yusril, Lopa, Marsilam, Andi Mattalata, Hamid, Patrialis dan Amir," kata Wahiduddin.
Ia melihat para menteri memimpin dan menyelenggarakan pemerintahan di bidang hukum telah memberikan hasil berupa UU dan peraturan di bawahnya.
Saldi pun mempertanyakan Wahiduddin yang menjawab pertanyaannya agak lama. Padahal Saldi menginginkan satu nama dari menteri itu yang dianggap negarawan.
Saldi beralasan mempertanyakan hal itu kepada Wahiduddin karena bila terpilih jadi hakim konstitusi maka dapat terjadi konflik subordinat. Sebab, mantan atasan Wahiduddin, yakni Patrialis Akbar telah menjabat sebagai hakim konstitusi.
"Saya melihat diangkat oleh presiden tentu karena mereka memiliki kualitas tertentu. Terkait harus bekerja sama dengan pimpinan, bahwa negarawan mengetahui bagaimana dia bersikap. Mudah-mudahan menjadi bagian dari yang diwaspadai," kata Wahiduddin.
Anggota Tim Pakar lainnya Hasyim Muzadi kembali mempertanyakan menteri yang paling negarawan dimata Wahiduddin. "Siapa yang paling negarawan? Anda seperti seorang hakim yang bertanggung jawab kepada umat. Jangan dibawa wawasan PNS, semakin pensiun semakin loyo," kata Hasyim.
"Semua saya lihat menkumham, semua negarawan," imbuh Wahiduddin.
Saldi Isra yang mendengar jawaban Wahiduddin langsung bereaksi.
"Sudahlah, kami bisa melihat bagaimana Anda bersikap obyektif. Nanti saya minta Pak Andi untuk tutup telinga. Kita tak perlu memaksa," ujar Saldi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.