Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sukardi Rinakit: Megawati Ingin Jokowi Selamat

Megawati Soekarnoputri memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat.

Editor: Ade Mayasanto
zoom-in Sukardi Rinakit: Megawati Ingin Jokowi Selamat
WARTA KOTA/ANGGA BN
Romo Beni, Bunda Iffet, Sukardi Rinakit, Bimbim Slank, Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dan Ivan Slank (kiri-kanan) saat diwawancarai wartawan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/1/2013). WARTA KOTA/ANGGA BN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DI SUDUT Jalan Ciragil, Jakarta Selatan, Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Viraguna Bagoes Oka dan beberapa kolega mengajak saya berdiskusi mengenai prospek pemilu. Semua sependapat bahwa pemilu akan berjalan aman.

Namun, ketika bicara soal calon presiden, yang terdengar adalah desah kecil.

Sebagai bagian dari kognitariat, mereka berharap PDI-P segera mengumumkan calon presidennya. Ibarat aliran sungai, preferensi politik masyarakat akan jelas ke mana bermuara.

Sejauh ini, dari ketiga partai yang diprediksi akan memperoleh suara signifikan, Partai Golkar dan Gerindra masing-masing telah mengusung calon presidennya, yaitu Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto. Tinggal calon presiden dari PDI-P yang ditunggu. Adapun Partai Demokrat hingga kini geliatnya masih sulit diprediksi.

Mendengar desah para kolega Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Iluni FISIP UI) itu, saya tersenyum. Penulis meyakini bahwa belum diumumkannya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden, misalnya, karena Megawati Soekarnoputri memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat. Ibarat menyeberang jalan, ia ingin menuntun dan memastikan kader terbaiknya selamat ketika menyeberang.

Dengan demikian, berbeda dengan pendapat beberapa analis yang mengatakan sejatinya Megawati masih menginginkan maju jadi calon presiden, saya justru sebaliknya. Sebagai pribadi, Megawati sudah "duduk" (resolved).

Ia bukan saja berhasil mengendalikan dan mengonsolidasi partai yang kadernya terkenal sulit diatur selama lebih dari dua dasawarsa, melainkan juga melahirkan politisi muda mumpuni. Ia putri presiden, pernah wakil presiden, dan presiden.

Berita Rekomendasi

Dari perspektif kontestasi politik dan kekuasaan, kalaupun Megawati memiliki ambisi politik, itu bukan lagi perkara kedudukan. Lebih dalam dari itu, ia ingin melihat terwujudnya Indonesia Raya di tangan para kader terbaiknya.

Dengan konstruksi berpikir seperti itu, dan sejalan dengan hampir semua hasil survei, Jokowi dan Prabowo merupakan dua figur di puncak elektabilitas. Keduanya mempunyai narasi lebih kuat dibandingkan dengan figur-figur lain.

Namun, apabila Prabowo masih bertumpu pada gerak cepat dan manuver pribadi seperti kesan yang berlaku selama ini, ambang batas presiden dan absennya partai politik yang mau berkoalisi dengan Gerindra dapat menjadi batu sandungan nantinya.

Jika itu terjadi, posisi Aburizal dan siapa pun pemenang konvensi Partai Demokrat secara hipotesis akan meningkat. Akan tetapi, secara prediktif, bangunan narasi yang akan mereka rajut kalah kuat dibandingkan narasi yang melekat pada Jokowi.

Cukup mengusung tagline sederhana, misalnya "Biar Kerempeng tapi Banteng", bukan saja secara komunikasi politik sosok Jokowi menjadi istimewa, melainkan secara narasi juga menjadi solid. Ia manunggal dengan PDI-P. Secara teori, narasi ini sulit dipatahkan lawan.

Dalam perspektif budaya politik, riuhnya wacana calon presiden selama ini menegaskan bahwa kultur politik paternalistik tetap melekat dalam alam bawah sadar bangsa Indonesia. Sistem demokrasi yang menjadi konsensus nasional ternyata belum bisa memperlemah, apalagi menghapus, kultur politik tersebut.

Akibatnya, figur penting lain yang layak menjadi wakil presiden tidak dianggap strategis dalam diskursus publik.

Halaman
12
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas