Jaksa KPK: Pengurangan Kewenangan Budi Mulya Merupakan Bukti Kesalahan
Kubu terdakwa Budi Mulya menegaskan pemberian bilyet giro Rp 1 miliar dari Robert Tantular, merupakan perjanjian pinjam-meminjam.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu terdakwa Budi Mulya menegaskan pemberian bilyet giro sebesar Rp 1 miliar dari Robert Tantular, selaku salah satu pemegang saham Bank Century, pada akhir Juli 2008 merupakan perjanjian pinjam-meminjam.
Sehingga, tidak ada kaitannya dengan pemberian FPJP dari Bank Indonesia (BI) ke Bank Century. Terlebih, Budi Mulya dikatakan dalam kariernya di BI tidak pernah menjabat dalam bidang pengawasan bank antara tahun 2005 sampai 2008. Karena itu, tidak mengurusi keadaan atau kondisi bank dan menyelamatkan Bank Century sebagaimana permintaan Robert Tantular.
Terhadap keberatan kubu terdakwa tersebut, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tanggapannya menyatakan keberatan tersebut sudah memasuki materi perkara yang akan dibuktikan dalam persidangan.
"Tetapi, perlu diketahui terkait uang Rp 1 miliar dari Robert, pada rapat dewan gubernur BI awal Oktober 2011 merotasi tugas-tugas DG (Dewan Gubernur) BI termasuk terdakwa Budi Mulya yang semula Deputi IV yangg mengurus bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa menjadi hanya mengurusi perwakilan, museum dan pengelolan aset," kata Jaksa Pulung saat membacakan tanggapan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Dijelaskan lagi oleh Jaksa Pulung, masih pada Oktober 2011, terdakwa mengajukan permohonan non-aktif dan dikabulkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI.
"Adanya pengurangan kewenangan Budi Mulya hanya mengawasi kantor perwakilan, museum dan pengelolaan aset, membuktikan adanya kesalahan dari penerimaan Rp 1 miliar," tegas Pulung.
Seperti diketahui, mantan Deputi IV Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya didakwa melakukan tindak pidana korupsi, yaitu menyalahgunakan kewenangan atau tindakan melawan hukum terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar total Rp 7,4 miliar.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa mendakwa Budi Mulya bersama-sama dengan Wakil Presiden (Wapres) Boediono dalam melakukan tindak pidana korupsi tersebut.
Tidak hanya Boediono, nama mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Miranda Swaray Gultom juga didakwa bersama-sama dengan Budi Mulya.
"Terdakwa selaku Deputi Gubernur BI melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti C Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Harmanus H Muslim dalam kaitannya dengan pemberian FPJP," kata jaksa KMS Roni saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Kemudian, terhadap Budi Mulya juga didakwa bersama-sama dengan Muliaman Hadad selaku Deputi Gubernur 5, Hartadi A Sarwono Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8 serta Raden Paerdede selaku Sekertaris KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam kaitannya dengan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Terhadap Budi, juga dikatakan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1 miliar. Kemudian, Hesyam al Waraq dan Rafat Ali Risvi selaku pemegang saham dan pengendali Bank Century sebesar Rp 3,115 triliun.
Serta, memperkaya Robert Tantular pemilik Bank Century dan pihak-pihak terkait sekitar Rp 2 triliun. Selanjutnya, memperkaya PT Bank Century terbuka sebesar Rp 1,581 triliun.