Politisi Gerindra: MK Tidak Berwenang Melarang MPR Lakukan Kegiatan Empat Pilar
Namun, empat pilar dalam program MPR serta penyebutan nama tidak dipermasalahkan
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Gerindra di MPR Martin Hutabarat mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya tidak memperbolehkan penyebutan nama empat pilar dalam UU partai politik.
Namun, empat pilar dalam program MPR serta penyebutan nama tidak dipermasalahkan.
"Tidak ada wewenang MK melarang MPR melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Termasuk menyebut apapun nama kegiatannya," kata Martin ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (6/4/2014).
Lagipula, ujar Martin, dalam materi empat pilar sejak awal telah dijelaskan bahwa diatas segalanya, Pancasila merupakan dasar negara yang kedudukannya tidak sama dengan pilar lain.
"Saya menjamin bahwa program Empat Pilar MPR ini tidak akan terhenti dgn adanya putusan MK ini. Soal usul mengganti nama program dari Empat Pilar menjadi Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD sbg Hukum Dasar. akan kita pertimbangkan. Mungkin nama ini lebih baik," ungkapnya.
Martin mengaku sempat mengusulkan nama selain empat pilar kebangsaan tetapi program MPR. "Adapun Nama empat pilar ini adalah nama kompromi dari berbagai pandangan-pandangan yang berbeda waktu itu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkannya lewat putusan uji materi (judicial review) Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
"Frasa 'empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu' yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf (a) Undang-Undang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
Dalam pertimbangannya, secara konstitusional Pembukaan UUD 1945 tersebut mendudukkan apa yang terkandung di dalam Pancasila adalah sebagai dasar negara.
"Sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi fundamen penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan, dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia sebagaimana diuraikan di muka," kata majelis anggota Ahmad Fadlil Sumadi, saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
Menurut Mahkamah, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut, melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antara lain, negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan lain sebagainya.
"Oleh karena itu, dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut," lanjut dia.
Menurut Mahkamah, selain mensejajarkan dengan pilar yang lain, penempatan Pancasila sebagai salah satu pilar akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis..
"Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya," masih kata Fadlil.
Dengan demikian, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.