Tak Dilindungi Pemerintah, Produksi Rokok Kretek Tangan Gulung Tikar
Padahal industri rokok adalah salah satu penyumbang terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui cukai rokok.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Buntut dari kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada produsen rokok sigaret kretek tangan (SKT), menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
Akhirnya, produsen terpaksa menelan pil pahit untuk, merumahkan pekerja-pekarja sembari berharap pemerintahan baru dapat menghidupkan kembali industri rokok SKT, yang tak lain adalah kearifan lokal budaya bangsa.
"Kalo mau jujur sebenarnya sudah empat atau lima tahun terakhir ini industri rokok, khususnya SKT, pada gulung tikar karena kebijakan pemerintah memang membunuh industri-industri rokok," kata Wakil Ketua Umum Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Ahmad Guntur, Rabu (14/5/2014).
Dirinya menjelaskan, padahal industri rokok adalah salah satu penyumbang terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui cukai rokok. Pendapatan nasional dari cukai rokok mencapai Rp75 triliun di tahun 2011 lalu, jauh melebihi sumbangsih dari sektor tambang yang dianggap sebagai primadona.
Guntur menuturkan kebijakan cukai rokok tinggi, rencana penerapan harga cukai rokok per batang, kampanye larangan merokok, larangan iklan rokok dan kebijakan-kebijakan lainnya menjadi suatu kesatuan perangkat negara yang dengan sengaja berniat menghilangkan industri rokok.
Padahal, kebijakan tersebut kontraproduktif karena berdampak pada pengangguran yang cukup signifikan di masyarakat. Apalagi industri rokok SKT menyerap banyak tenaga kerja.
"Yang mati akan susah bangkit lagi. Sedangkan yang masih bertahan itu seperti pepatah, hidup segan mati tak mau. Seminggu masuk dan seminggu libur karena karyawan-karyawannya dirumahkan. Tinggal menunggu waktu akan mati pula," jelasnya.
Guntur lebih lanjut menurutkan bahwa produsen-produsen rokok kecil menengah saat ini hanya bergantung pada pemerintahan baru yang pro pada industri kerakyatan.
"Harapan kami menunggu pemerintahan berganti. Kali kebijakannya sama maka industri rokok khususnya SKT yang tak lain adalah kearifan lokal budaya kita akan punah dengan sendirinya," imbuhnya.
Diketahui, hasil survei Nielsen Ritail Audit Estimates terkait tren industri rokok di Indonesia, termasuk tren SKT menegaskan bahwa sejak tahun 2013 terjadi penurunan yang cukup signifikan di segmen SKT, yakni 6-7 miliar batang dibanding tahun sebelumnya.
Dengan menurunnya penjualan maka pangsa pasar segmen SKT juga pasti mengalami penurunan. Padahal pada tahun 2009 pangsa pasar segmen SKT mengalami peningkatan hingga 31 persen. Namun perlahan terus menurun di tahun-tahun berikutnya. Di tahun 2011 saja turun hingga 28 persen dan pada tahun 2013 mencapai 24 persen.
Sampoerna sebagai salah satu produsen rokok SKT juga mengalami tekanan yang cukup kuat pada 2013. Terjadi penurunan penjualan akibat perubahan preferensi konsumen dewasa. Tren penurunan SKT bahkan masih terasa sampai kuartal I 2014. Secara faktual, pangsa pasar SKT Sampoerna melorot 2,9 persen, dari 11,2 persen (2012) menjadi 8,3 persen (2013).
"Tahun 2013, penuh tantangan dengan persaingan yang semakin ketat. Perubahan selera konsumen juga sangat cepat, terutama segmen SKT (sigaret kretek tangan)," kata Presiden Direktur Sampoerna, Paul Janelle.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.