Kasus Asian Agri, Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Belum Sinkron
Dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, tidak sinkron dengan peristiwa penggelepan pajak yang dilakukan Asian Agri
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, tidak sinkron dengan peristiwa penggelepan pajak yang dilakukan Asian Agri Grup (AAG).
Hal itu dikemukakan Praktisi Perpajakan Yustinus Prastowo dalam pemaparan hasil eksaminasi publik putusan Kasasi Mahkamah Agung bersama koalisi anti mafia pajak, di kantor Indonesia Coruption Watch (ICW), Jakarta, Senin, (26/5/2014).
"Berdasarkan bukti yang ada, konstruksinya Suwir laut (manger pajak Asian Agri) ditulis tidak dan tanpa sengaja melakukan penggelapan pajak, namun sebenarnya sengaja," ujar Prastowo.
Prastowo mengatakan unsur kesengajaan tampak dari surat pemberitahuan (SPT) pajak yang dikoreksi oleh auditor namun tidak dibetulkan oleh pihak AAG.
"Ternyata ada pertemuan tax planing (perncanaan pajak) yang dilakukan pihak AAG dan sering dihadiri oleh pihak direksi, maka terlihat bahwa terdapat unsur kesengajaan," ujar Prastowo.
Prastowo mengatakan sehingga dengan kesalahan konstruksi tersebut, tuntutan yang diajukan jaksa tidak maksimal.
"Tidak maksimal dalam tuntutan, harusnya dituntut 6 tahun penjara dan denda 400 persen," ujar Prastowo.
Sebelumnya. Mahkamah Agung memerintahkan 14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group untuk membayar denda dua kali lipat pajak terutang yang kurang dibayar. Total Asian Agri harus membayar Rp 2,520 triliun.
Majelis hakim kasasi menyatakan, Asian Agri menggunakan surat pemberitahuan dan keterangan palsu dalam pembayaran pajak. Selain itu Suwir Laut (mantan manajer pajak Asian Agri) terbukti melanggar Pasal 39 Ayat 1 Undang-undang tentang Perpajakan. Untuk itu, Suwir Laut divonis 2 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun.