Ahli: Rekaman Suara MS Kaban dan Anggoro Identik
Selain kedua orang itu, rekaman suara yang diperdengarkan di persidangan juga identik dengan suara sopir MS Kaban, Muhammad Yusuf.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sugeng Joko Sarwono, ahli teknik akustik menilai rekaman suara hasil penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi identik dengan suara MS Kaban dan terdakwa Anggoro Widjojo.
Selain kedua orang itu, rekaman suara yang diperdengarkan di persidangan juga identik dengan suara sopir MS Kaban, Muhammad Yusuf.
"Dari ketiga sample itu semuanya diatas 80 persen, artinya ketiga pasang sample (MS Kaban, Anggoro dan Yusuf) yang diberikan ke saya diucapkan masing-masing oleh orang yang sama," kata Sugeng menyampaikan keterangan ahli dalam sidang perkara korupsi pengadaan SKRT dengan terdakwa Anggoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (28/5/2014) malam.
Sugeng menambahkan, keidentikan pitch (tinggi rendah nada--RED) suara Anggoro sebesar 88 persen dan spektrumnya 85 persen. Sementara, MS Kaban pitch sebesar 82 persen dan spektrum 90,01 persen.
Yusuf, sambung dia, pitch sebesar 84 persen dan spektrum 89 persen. "Itu (Perhitungan pitch dan spektrum) dari sample yang diberikan penyidik," tegasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, analisis soal identik atau tidaknya rekaman itu berdasarkan hasil suara ucap sebagai pembentukan gelombang mekanik. Menurutnya, selama rekaman berbentuk file digital maka dapat dianalisis. Sebab, terdapat peralatan yang dipakai untuk melakikan analisis suara itu.
"Komputer yang paling penting, perangkat pengubah suara analog jadi digital. Soundcard peralatan yang digunakan minimal harus punya 16 hz sampling. Dalam case ini kami buat perangkat lunak yang dibuat di Belanda, yang namanya praat," kata ahli teknik akustik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Dalam surat dakwaan Jaksa, disebut terdakwa Anggoro memberikan suap setelah diminta oleh MS Kaban sebanyak lima kali. Dari lima kali permintaan itu, beberapa diantaranya diberikan Anggoro melalui sopir MS Kaban, Muhammad Yusuf.
Pertama, MS Kaban menerima uang dari Anggoro pada 6 Agustus 2007 sebesar USD 15 ribu. Uang diterima Kaban setelah mengirim pesan singkat kepada terdakwa Anggoro Widjojo.
Uang 15 ribu dollar AS itu merupakan kompensasi lantaran DPR RI telah setuju pengajuan Dephut atas Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan Rp4,2 triliun.
Uang diduga diberikan Anggoro kepada Kaban di rumah dinas Menteri Kehutanan, Jalan. Denpasar Raya Nomor 15, Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Berikutnya, Anggoro kembali memberi uang 10 ribu dollar AS sesuai yang diminta Kaban. Kali ini Kaban memintanya lewat sambungan telepon. Anggoro menuruti permintaan tersebut dengan membeli valas sebanyak 10 ribu dollar AS.
Selanjutnya, uang itu diantar anak Anggoro Widjojo, David Angkawijaya, ke rumah dinas MS Kaban selaku Menhut saat itu.
Tidak sampai di situ, Kaban diketahui lagi-lagi meminta uang dari Anggoro. Pasalnya dia menghubungi sopir Kaban, Muhammad Yusuf pada 13 Februari 2008. Anggoro menanyakan soal uang yang diminta Kaban.
Yusuf lalu menerima uang 20 ribu dollar AS lewat sopir Anggoro, Isdriatmoko. Uang diantar langsung ke rumah dinas MS Kaban. Berikutnya, Kaban meminta cek perjalanan sebesar Rp50 juta lewat pesan singkat pada 25 Februari 2008 kepada Anggoro.
Mengetahui hal itu, Anggoro melakukan penarikan uang Rp50 juta di Bank Permata dan kemudian dipergunakan untuk membeli dibelikan cek perjalanan. Cek perjalanan itu kemudian diberikan kepada Kaban oleh Anggoro lewat sopirnya, Isdriatmomo di kantor Dephut, Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta Pusat.
Puncaknya, Kaban meminta uang SGD 40 ribu kepada Anggoro pada 28 Maret 2008. Kaban melayangkan permintaan itu melalui pesan singkat kepada Anggoro. Anggoro kemudian memberi langsung uang sejumlah itu kepada Kaban di rumah dinas Menteri Kehutanan.
MS Kaban sendiri sudah beberapa kali diperiksa KPK menyangkut penyidikan kasus yang menjerat Anggoro itu. Kaban dan sopirnya, Muhammad Yusuf, sendiri sudah dikenakan status cegah ke luar negeri selama enam bulan oleh KPK terkait kasus tersebut.