Jaksa KPK Banding Vonis Susi Tur Andayani
Jaksa tetap yakin Susi terbukti bersama-sama Akil Mochtar, menerima suap. Sehingga Susi dijerat Pasal 12 huruf c Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi banding putusan majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk terhadap Susi Tur Andayani. "Tentu kami akan banding," kata jaksa Edy Hartoyo usai sidang, Senin (23/6/2014).
Jaksa tetap yakin Susi terbukti bersama-sama Akil Mochtar, menerima suap. Sehingga Susi dijerat Pasal 12 huruf c Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua. Susi, kata jaksa, bukan pemberi seperti putusan hakim.
Terkait tidak didakwanya Susi dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Edy menjelaskan bahwa dengan pencantuman dua pasal tersebut, pihaknya akan dianggap tidak konsisten.
Hakim memvonis Susi pidana penjara lima tahun dan denda Rp 150 juta, subsider tiga bulan kurungan. Dalam putusannya, majelis hakim tidak mendasarkan pada pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum. Mereka memutus di luar apa yang dimintakan penuntut umum atau "ultra petita".
Dalam dakwaan pertama, jaksa menggunakan Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas pebuatan Susi memberikan uang Rp 1 miliar terkait pengurusan Pilkada Lebak ke Akil, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan Pasal 12 huruf c UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP digunakan untuk dakwaan kedua. Terkait perbuatan Susi memberikan Rp 500 juta kepada Akil dalam pengurusan Pilkada Lampung Selatan di MK.
Hakim dalam putusannya menjerat Susi dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan pertama. Sedangkan, untuk dakwaan kedua dikenakan Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hakim beralasan, dakwaan pertama dan kedua tak dapat didakwakan jaksa kepada terdakwa. Meski jaksa menerapkan Pasal 55 ayat ke-1 kUHP, bersama-sama. Sementara Pasal 12 huruf c, digunakan untuk menjerat seorang hakim yang memutus perkara untuk diadili.
"Sedangkan, terdakwa bukan seorang hakim yang memutus perkara untuk diadili," kata Ketua Majelis Hakim, Gosen Butar Butar saat membacakan pertimbangan putusan di persidangan. Ada dissenting opinion (perbedaan pendapat) dengan penerapan pasal berbeda ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.