Kemunculan Kembali Dana Aspirasi DPR Menuai Kritik
Koalisi mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas ihwal mekanisme dana tersebut.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) melontarkan kritik atas munculnya usulan dana aspirasi bagi anggota DPR dalam pembahasan revisi UU MD3.
Koalisi mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas ihwal mekanisme dana tersebut. "Dana aspirasi ini sudah pernah dimunculkan sebelumnya bagi anggota DPR. Gagasan ini kemudian muncul lagi," ujar anggota koalisi yang juga Direktur Indonesia Budget Center, Roy Salam di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (6/7/2014).
Roy mengatakan, munculnya usulan tersebut pada awalnya berbentuk hak mengusulkan program. Kemudian, kata dia, perkembangan terbaru berubah menjadi hak untuk mendapatkan jatah alokasi dana dalam jumlah tertentu.
"Kalau ini disepakati dan lolos, saya kira berapa lagi APBN kita tersedot untuk kepentingan DPR," ucap dia.
Roy juga mengatakan, usulan dana aspirasi sebenarnya terkait dengan adanya komisi "basah" dan komisi "kering". Menurut dia, anggota DPR seharusnya tidak perlu lagi membutuhkan dana aspirasi untuk dapilnya.
"DPR ini kan punya dana untuk operasional sekitar Rp16 triliun setahun atau Rp300 juta per orang per bulan. Mereka juga punya dana reses Rp1,7 miliar per anggota per tahun. Mereka seharusnya memanfaatkan ini," ucap Roy.
Hal senada juga dikatakan anggota koalisi lainnya, Danardono Siradjudin yang mengatakan pola pikir anggota DPR seharusnya tidak membawa uang ke dapilnya. Dana reses, kata dia, seharusnya dimaksimalkan ketimbang memunculkan dana aspirasi.
"Jadi bukan soal project tapi bagaimana mereka mendekati rakyat, mau menyampaikan hasil resesnya secara rutin," tandas Danar.