Punia Menangis Dengar Kabar Jero Wacik Tersangka
Punia jarang bertemu Jero Wacik semenjak kerabatnya itu menjadi pejabat.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Eri Gunarta
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - I Nyoman Punia (70) tidak kuasa menahan air mata saat mendengar kabar bahwa Jero Wacik menjadi tersangka pemerasan. Punia keluarga satu kakek dengan Jero Wacik.
Rumahnya pun berada dalam satu pekerangan dengan rumah kelahiran Jero wacik di Banjar Batur Tengah Kota, Desa Batur Tengah, Kintamani, Kabupaten Bangli.
Pekerjaan pokok menjadi penjual kain dengan cara berjalan kaki mengelilingi Kabupaten Bangli, membuatnya tidak pernah mengetahui kabar tentang Jero Wacik. "Saya tidak pernah tahu kabar dia. Sebab setiap hari jual kain keliling ke desa-desa. Sampai di rumah sudah tengah malam dan langsung tidur. Nonton televisi tidak sempat. Saya sungguh kaget mendengar kabar buruk itu," ujarnya, Kamis (4/9).
Punia jarang bertemu Jero Wacik semenjak kerabatnya itu menjadi pejabat. "Dua tahun tidak pasti bertemu. Sebab, kalau Jero pulang, ia hanya menetap selama 15 menit. Lalu pergi lagi," ungkapnya.
Kesedihan yang sama juga dialami pengamong Pura Bukit Mentik. Tempat Jero Wacik menghabiskan masa kecilnya menjadi seorang jro mangku (orang suci). I Wayan Serikat (60), pria yang saat itu mekemit (berjaga) di Pura Bukit Mentik mengaku tidak bisa menerima kenyataan bahwa pemangku-nya terlibat dalam tindak kejahatan negara.
"Terus terang saya sangat sedih dan menyayangkan hal ini terjadi pada pak mangku. Menurut kami, beliau orang yang sederhana. Kalau ada wali (upacara di Bukit Mentik), beliau selalu menyempatkan hadir. Saat di sini, biasa berbaur dan bersenda gurau dengan para pengamong," ungkapnya.
Dengan kalimat parau, Serikat menceritakan bahwa Jero Wacik mulai menjadi Jro Mangku di Pura Bukit Mentik sejak tahun 1955. Sejak kecil waktunya selalu dihabiskan di pura. Baik merapalkan mantra maupun menjaga lingkungan pura. Kalau sedang ingin bermain dengan teman seusianya, ia akan datang ke Banjar Yeh Mampeh yang jaraknya 1 kilo meter dari Pura Bukit Mentik.
"Saat menjabat sebagai menteri pun, beliau masih tetap ngeweda (merapalkan mantra) di Pura Bukit Mentik. Terutama saat Sasih (bulan) Kelima menurut kalender Hindu Bali. Itu untuk menghormati sosok yang menjaga dirinya selama menjadi jro mangku," ujar Serikat.
Dari setahun yang lalu, Jero Wacik sudah mengetahui dirinya akan mengalami nasib sial. Hal tersebut dikatakan oleh keponakannya, Ni Komang Parmini yang tempat tinggalnya bersebelahan dengan rumah kelahiran Jero Wacik.
"Setahun lalu kan rainan (hari raya) di merajan (tempat suci keluarga). Saat itulah beliau (Jero Wacik) mengimbau semua keluarga dan warga yang hadir untuk tidak mempercayai kabar buruk tentang dirinya. Awalnya tidak mengerti apa yang dimaksud. Tapi, sekarang kami sudah tahu maksudnya," ujarnya sembari menggendong anak.
Perbekel Batur Tengah, I Made Sasmika mengatakan, selama ini Jero Wacik tidak pernah memberikan bantuan pada desanya sendiri. "Selama ini tidak ada. Saat mengajukan proposal, sampai dua tahun tidak ada apa-apa. Kata stafnya, beliau tidak mau membantu karena arah bantuannya tidak untuk desa," ujarnya.
Sisi positif Jero Wacik, kata Sasmika hanya dalam kegiatan adat. Setiap ada kegiatan sering memberi pengarahan pada warga Batur. "Setiap ada upacara dia selalu menyempatkan diri untuk datang. Itu hal yang sangat luar biasa menurut saya," tandasnya. (weg)