Tolak Pilkada Lewat DPRD, Kelompok Masyarakat Sambangi DPR
Kelompok pegiat demokrasi menggelar audiensi dengan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pilkada.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rendy Sadikin
![Tolak Pilkada Lewat DPRD, Kelompok Masyarakat Sambangi DPR](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140903_180450_sidang-gugatan-pilkada-langsung-di-mk.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok pegiat demokrasi menggelar audiensi dengan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pilkada. Kelompok itu menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Direktur Populi Center Nico Harjanto mengatakan legitimasi politik kepala daerah dapat dipertanyakan bila melalui mekanisme DPR. Pasalnya, kepala daerah itu tidak punya legitimasi dengan rakyat.
"Kalau Pilkada dipilih DPRD maka nanti Kepala Daerah terpilih hanya akan serving the bosses, bukan menjadi serving the people," ujar Nico saat melakukan audiensi dengan Wakil Ketua Komisi II DPR yang juga anggota Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Audiensi tersebut diikuti sejumlah LSM, antara lain Perludem, Constitusional and Electoral Reform Center (Correct), ICW, JPPR, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Populi Center, Pattiro, dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel).
Direktur Eksekutif Correct Refly menilai Pilkada melalui DPRD absurd. Sebab kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya akan hilang. Ia juga menilai tak ada jaminan mekanisme Pilkada dipilih DPRD terbebas dari politik uang.
"Menurut saya pemilu tidak langsung tidak logis, tidak rasional, tidak masuk akal. Tidak kompetibel antar pemilu langsung dan tidak langsung. Sama seperti pemilu presiden langsung atau oleh DPR," imbuhnya.
Refli menyarankan penghematan biaya penyelenggaraan dapat dilakukan dengan menggelar Pilkada secara serentak. "Kalau kita mencapai pemilu seretak maka banyak sekali yang akan dihemat," imbuhnya.
Refli tidak memungkiri adanya opsi pilkada melalui DPRD merupakan buntut dari pemilihan presiden kemarin.
Pasalnya, pilkada langsung oleh rakyat dipilih kubu Jokowi-JK sedangkan koalisi merah-putih lebih mendukung kepala daerah dipilih DPRD.
"Kalau elitnya legowo, tak ada konflik horizontal yang permanen," ujarnya.