Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Tolak Pencabutan Hak Politik Anas
Fadli beralasan korupsi politik dengan tuntutan pencabutan hak politik tidak dikenal dalam sistem pidana di Indonesia.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, Fadli Nasution, menilai Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi tidak tepat menuntut Anas Urbaningrum untuk dicabut hak politiknya.
Fadli beralasan korupsi politik dengan tuntutan pencabutan hak politik tidak dikenal dalam sistem pidana di Indonesia.
Fadli mengatakan pencabutan hak politik muncul akhir-akhir ini ketika Mahkamah Agung (MA) memvonis kasasi bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dengan pidana 18 tahun dan pencabutan hak politik.
"Disebut majelis hakim, Artidjo Alkostar masuk dalam kategori korupsi politik kemudian masuk dalam JPU Anas Urbaningrum. Dituntut juga melakukan korupsi politik. Jangan kemudian karena harus membangun korupsi ini berat dilakukan oleh pejabat publik kemudian dicabut hak-hak politiknya yang sesungguhnya diatur dalam konstitusi," ujar Fadli dalam d Cikini, Jakarta, Sabtu (20/9/2014).
Kata Fadli, jika korupsi politik ingin digunakan untuk memvonis terdakwa, harus terlebih dahulu dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Ternyata korupsi politik ini adalah disertasinya Artidjo Alkostar pada saat ambil gelar doktor di Undip. Artinya beliau sendiri yang paham. Makanya ketika beliau mempunyai kewenangan utk memutus, beliau menerapkan tanpa memperhatikan hukum itu berkembang, humanis, juga melihat aspek melihat faktor kemanusiaan," ujar Fadli.