Hakim Patrialis Akbar Dilaporkan ke Dewan Etik MK
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi hari ini secara resmi mengadukan hakim konstitusi Patrialis Akbar
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi hari ini secara resmi mengadukan hakim konstitusi Patrialis Akbar ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Erwin Natosmal Oemar, seorang pelapor dari Indonesian Legal Roundtable mengatakan pelaporan tersebut terkait pernyataan Patrialis yang mengomentari Rancangan Undang-Undang Pemilukada yang sedang menghangat di DPR. RUU tersebut akan diputuskan akhir bulan ini.
"Meski pengesahan RUU Pilkada menjadi polemik hangat dalam masyarakat, namun terlapor yang notabene hakim konstitusi, ikut mengomentari polemik yang sedang berlangsung dan menunjukkan posisi akademiknya," ujar Erwin saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Menurut Erwin, komentar tersebut disampaikan Patrialis saat memberikan kuliah umum dengan judul 'Peran MK Dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia' di Universitas Muhammadiyah Jakarta, pada Senin 15 September 2014 dan diterbitkan beberapa media.
Erwin pun menyertakan petikan-petikan komentar Patrialis terkait pemilukada tidak langsung. Menurut Patrialis, sistem parlemen merupakan respresentasi dari kekuatan rakyat. Artinya, kata Patrialis, dalam pemilihan kepala daerah memang harus dipilih DPRD yang juga perwakilan rakyat.
Patrialis juga mengutip mengenai putusan MK yang menyatakan tidak berwenang menyidangkan sengketa Pilkada.
"Komentar terlapor terlapor dalam konteks RUU Pilkada yang berpotensi untuk diujimaterikan ke MK dimana terlapor juga akan memeriksanya jelas bertentangan dengan kode etik yagn seharusnya dijunjung tinggi oleh terlapor," ungkap Erwin.
Menurut Erwin, kode etik yang dilanggar Patrialis adalah Pasal 27 B Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan seorang hakim MK menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.
"Tindakan terlapor bertentangan dengan prinsip kepantasan dan kesopanan dan prinsip integritas sebagaimana yang diatur oleh kode etik dan perilaku hakim konstitusi," tukas Erwin.
Turut sebagai pelapor dalam aduan tersebut antara lain Bahrain dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Charles Simabura dari Pusako Universitas Andalas, Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch, dan Veri JUnaidy dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.