Ceu Popong: Kalau Kata Gus Dur, Kaya Anak TK
Ceu Popong hanya bisa terdiam dan sesekali menganggukkan kepala saat anggota DPR dari Parti Nasional Demokrat (Nasdem), Bachtiar Aly
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ceu Popong hanya bisa terdiam dan sesekali menganggukkan kepala saat anggota DPR dari Parti Nasional Demokrat (Nasdem), Bachtiar Aly mengingatkan dirinya kurang bijak karena memimpin rapat seperti 'momong' cucu saat rapat malam itu.
Sebab, saat itu Popong kerap tak menggubris interupsi peserta rapat, khususnya anggota DPR dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bahkan, ia kerap melontarkan celotehan dan guyonan dengan logar khas Sunda-nya kendati peserta telah beberapa kali menyampaikan interupsi.
Bicara lepas dengan suara bergetar, tidak takut lawan bicara, tenang mengutarakan kalimat dan diselingi celotehan bahasa Sunda.
Politisi Partai Golkar ini seakan menampik penilaian bahwa seorang Otong Otje Djundjunan, nenek 76 tahun sempat takut ada anggota DPR yang menghampirinya saat memimpin rapat perdana 560 anggota baru DPR di Gedung DPR, Jakarta pada 1 hingga 2 Oktober 2014.
Anggota DPR asal Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung dan Kota Cimahi) yang karib disapa 'Ceu Popong' itu mengaku nyalinya sebagai pimpinan rapat tidak menciut kendati terjadi hujan interupsi, kericuhan hingga mendapat kepala tangan dari peserta rapat.
Saat itu Popong kerap tak menggubris interupsi peserta rapat, khususnya anggota DPR dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bahkan, ia kerap melontarkan celotehan dan guyonan dengan logar khas Sunda-nya kendati peserta telah beberapa kali menyampaikan interupsi.
Seorang Popong punya alasan sendiri mengapa memimpin rapat dengan gaya seperti itu. Menurut Popong, para anggota DPR seperti anak kecil karena melontarkan interupsi hingga maju ke mimbar pimpinan rapat tersebut.
Para anggota Dewan terhormat dengan pendidikan tinggi, tapi tidak mengindahkan aturan rapat.
"Itu bukan hanya kepada semuanya, tapi juga yang merangsek ke depan, saya bilang duduk, tapi tetap nggak mau duduk. 'Kan seperti itu mereka kaya anak kecil. Kalau kata Gus Dur mah, mereka kaya anak Taman Kanak-kanak (TK)," ujarnya.
Kata Popong, seharusnya para anggota DPR tersebut mentaati tata tertib (tatib) rapat jika tidak ingin disebut anak kecil seperti cucu-cucunya.
Tatib rapat DPR mengatur, peserta tidak boleh bicara sebelum dipersilakan pimpinan rapat, peserta dilarang maju ke meja pimpinan rapat dan dilarang membuat kegaduhan.
Selain itu, pimpinn rapat mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peserta jika tidak mengingahkan peringatan kegaduhan.
"Waktu itu kan saya panggil Pamdal, kan ada di siara tv. Saya panggil pamdal, itu karena tidak sesuai aturan," ujarnya.
Dari kacamata seorang Popong, rapat malam itu bukan lah suatu gambaran, bahwa anggota DPR sangat memalukan. Bagi Popong, rapat tersebut unik.
"Kan itu unik. Artinya, suatu forum yang terhormat, dengan orang-orang yang terdidik baik dengan menampilkan suasana seperti itu, maka terjemahannya unik. Orang lain bilang memalukan, tidak Ceu Popong mah, itu unik."
Terlepas itu, Popong mengaku kerap melontarkan kalimat celotehan khas Sunda seperti sedang bicara dengan cucu untuk tujuan mencairkan suasana rapat yang 'panas'.
Ia membantah gaya kepemimpinan rapatnya itu dinilai tidak menghormati hak dan kewajiban peserta rapat yang notabene-nya sesama anggota DPR.
"Oh itu kan joke (candaan) dari Ceu Popong, untuk mencairkan suasana dan agar tidak ngantuk. Kalau kita tidak bisa joke, katunduh atuh. Bayangkeun (bayangkan), berapa puluh jam rapat itu? Kan pasti ngantuk," ujarnya.