Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keluarkan Perppu, SBY dan Demokrat Dinilai Lakukan Politik Minus Moral

Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Lingkaran Madani Indonesia (Lima), dua Perppu tersebut pada dasarnya tidak dibutuhkan lahirnya.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Keluarkan Perppu, SBY dan Demokrat Dinilai Lakukan Politik Minus Moral
Kompas.com/Sabrina Asril
Presiden Susilo Bambang Yudhyono mengumumkan pemerintah resmi menerbitkan Perppu nomor 1 tahun 2014 yang membatalkan Undang-undang nomor 22 tahun 2013 tentang pemilihan kepala daerah dan Perppu nomor 2 tahun 2014 yang membatalkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah di Istana Merdeka, Kamis (2/10/2014). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat (PD) tengah melakukan politik minus moral dengan melahirkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) penyelamatan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung.

Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Lingkaran Madani Indonesia (Lima), dua Perppu tersebut pada dasarnya tidak dibutuhkan lahirnya. Tapi karena zigzag politik SBY dan Demokrat, Perppu dengan asumsi imajinatif itu akhirnya dikeluarkan.

"Sekalipun secara subtantif Perppu itu menyelamatkan kualitas demokrasi kita, tapi pada saat yang sama sebenarnya punya masalah," jelas Ray kepada Tribunnews.com, Jakarta, Minggu (5/10/2014).

Ray jelaskan, masalah tersebut bisa ditilik dari Proses lahirnya perppu itu sendiri. Yakni, dapat dinilai sebagai proses politik minus moral.

"Di sini, SBY dan PD adalah pelaku utamanya. Jika dua kekuatan ini (SBY dan PD) sejak awal mendukung secara tulus pilkada langsung, maka cerita Perppu penyelamatan pilkada tidak dibutuhkan," tandasnya.

Selain itu bisa dilihat, imbuh dia, dengan merapatnya PD ke Koalisi Merah Putih (KMP) ditambah pula dengan dapat jatah kursi di DPR dan kemungkinan MPR memperkuat tensi politik minus moral tersebut.

"Bagaimana menjelaskan PD dapat berkoalisi dengan KMP dalam posisi di mana 'selera' politik keduanya berbeda. PD dan SBY dengan bangganya berkoar menyebut sebagai penyelamat demokrasi, tapi memilih teman koalisi yang menarik reformasi ke zaman orba lagi. Di sini politik minus moral PD dan SBY itu makin terlihat," ungkap Ray.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut, kekhawatiran kita, sekalipun kelak misalnya KMP menolak Perppu, Ray katakan wajah SBY dan PD sudah terselamatkan.

Tinggal Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang harus all out untuk mempertahankan Perppu itu agar dapat lolos di DPR.

Atau, lanjut Ray, jika mungkin Perppu ini diterima KMP, ada kemungkinan karena hal itu bertukar kepentingan dgndengan PD. "Selain kursi di legislatif, pertukaran itu bisa saja mengenai dukungan PD terhadap ide KMP untuk pilpres oleh MPR dan revisi UU KPK," jelasnya.

"Tegasnya, Perppu berbuah revisi UU KPK dan Pilpres via MPR. Politik minus moral memungkinkan semua hal ini bisa terjadi," tuturnya.

Bukti lainnya, dia paparkan, bahwa hingga hari ini, SBY tak jua menjelaskan siapa dalang Walkout (WO) PD dari rapat paripurna DPR saat pengesahan RUU Pilkada tak langsung lewat DPRD beberapa hari lalu.

Dia menjelaskan, ketiadaan penjelasan itu dan sanksi atasnya memberi publik tambahan bahwa memang politik minus moral ini memang tak layak menghukum siapapun.

"Ini makin menunjukkan politik minus moral sebuah kerja yang dijalankan untuk tujuan-tujuan kepentingan sendiri atau kelompok. Dalam hal itu, SBY dan PD mendapatkannya. Dapat salah satu pimpinan DPR yang merupakan suami dari adik iparnya, kemungkinan dapat ketua MPR, dan kasus Bank Century akan ditutup," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas