Jokowi Diingatkan Agar Tak Lanjutkan Gaya Politik Pencitraan ala SBY
Gaya politik pencitraan ala SBY sudah menjemukan. Analis politik ingatkan Jokowi agar tidak tiru-tiru SBY.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Jerry Sumampow mengharapkan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tidak mengikuti jejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memainkan politik "pencitraan" saat memerintah.
Karena dia tegaskan, masyarakat sudah muak dengan dengan politik "pencitraan" yang ditontonkan Presiden SBY selama 10 Tahun ini.
Masyarakat menurut dia, sekarang lebih mengharapkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) melakukan politik aksi nyata atau politik kerja.
Politik pencitraan yang menurutnya sebagai politik tipu-tipu (politik kebohongan) yang dimainkan SBY adalah terkait lahirnya Perppu Pilkada.
"Kita berharap Jokowi-Jusuf Kalla meninggalkan politik pencitraan ini, politik tipu-tipu dan politik kebohongan. Masyarakat butuh politik aksi nyata atau politik kerja," tegas Jerry dalam Diskusi bertajuk "Politik Bohong dan Jegal-jegalan: Mampukah Jokowi Bertahan?", di Cikini, Jakarta, pada Minggu (12/10/2014).
"Kita mau supaya pemerintahan Jokowi-JK mengganti politik kebohongan, politik pencitraan dengan politik aksi nyata atau politik kerja dalam kejujuran," kembali dia tandaskan.
Karena menurut jerry, politik aksi nyata dan kerja akan menjadi modal dasar bagi Jokowi-JK "melawan" hegemoni koalisi merah Putih yang menguasai parlemen.
"Saya kira, model politik seperti ini juga yang ditakuti oleh parlemen. Model politik aksi nyata dan kerja dala kejujuran buat rakyat adalah politik yang dibenci oleh parlemen. Karena sudah pasti tidak akan menggungungkan Mereka. Karena tidak Akan ada lagi proyek-proyek, tak akan ada lagi mitra-mitra kerja memberikan setoran secara rutin kepada parlemen atau kepada partai-partai," kata Jerry.
Karena itu, dia melihat kalau model politik aksi nyata atau politik kerja yang akan dilakukan pemerintahan Jokowi-JK, maka bisa dipahami KMP menjadi ketar-ketir. Karena parlemen akan berhadapan dengan rakyat, yang tengah diperjuangkan oleh pemerintahan Jokowi-JK dalam program kerjanya.
"Maka ya, bisa dipahami jika akhir-akhir ini muncul politik jegal-jegalan. Model politik yang disuguhkan itu Ingin menghambat kerja-kerja nyata pemerintahan Jokowi-JK. Itu Karena Jokowi-JK disukai dan diinginkan oleh rakyat," tandasnya.
Sulit Dimengerti
Kembali Jerry Sumampow mengingatkan agar Jokowi-JK tidak mengikuti jejak politik "pencitraan" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Politik pencitraan yang menurutnya sebagai politik tipu-tipu (politik kebohongan) yang dimainkan SBY adalah terkait lahirnya Perppu Pilkada.
Karena, Jerry jelaskan, setelah Partai Demokrat menjadi harapan untuk menyelamatkan Pilkada langsung tapi tidak dilakukan. Kemudian, muncul SBY dengan menerbitkan Perppu untuk mencabut UU pilkada tak langsung yang sudah disahkan pemerintah dan dewan dalam Rapat Paripurna DPR RI.
"Saya kira kita sulit mengerti, seorang ketua dewan pembina, ketua umum partai Demokrat dan Presiden, itu tidak bisa mengendalikan Fraksi Demokrat di DPR RI, untuk tidak Walkout, atau dengan kata lain tetap memilih opsi Pilkada langsung. Ini menurut saya sulit dimengerti," tegas Jerry,
Hal itu menurutnya, bisa dipahami bila dilihat dalam bingkai Politik pencitraan yang selama 10 tahun dimainkan SBY.
"Setelah reaksi rakyat, SBY tampil seolah-olah sebagai pahlawan demokrasi dengan menawarkan Perppu. Dengan harapan orang-orang seperti kita senang juga dengan Perppu itu. Tapi mungkin kita senang juga. Tapi kita tidak senang dengan cara berpolitik seperti itu," ujarnya.
Contoh lahirnya Perppu Pilkada, kata dia menjadi salah satu contoh dari sekian banyak hal lainnya yang dipertontonkan SBY selama 10 tahun pemerintahannya. Yakni, Politik pencitraan, politik tipu-tipu dan politik kebohongan. (Andri Malau)