Jaksa Minta Hakim Lanjutkan Sidang Perkara Riefan Avrian
"Sehingga pendapat penasihat hukum yang menyatakan perkara a quo adalah perkara perdata adalah telah memasuki materi pokok perkara," tegas jaksa Mia.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melanjutkan perkara proyek pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM dengan terdakwa Riefan Avrian.
Permintaan jaksa tersebut tertuang dalam tanggapannya terhadap eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum terdakwa Riefan yang juga Direktur PT Rifuel, pemenang proyek pengadaan videotron di Kemenkop dan UKM.
"Pengadilan Tipikor berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini serta melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara atas nama terdakwa Riefan Avrian dengan memeriksa saksi-saksi," kata jaksa Mia Banulita di persidangan, Kamis (15/10/2014).
Dalam tanggapannya, jaksa Mia menggarisbahawi sejumlah keberatan kubu Riefan. Pertama soal perkara pengadaan videotron yang diklaim penasihat hukum Riefan sebagai perkara perdata.
Menurut jaksa, perkara terdakwa murni perkara perdata seperti disampaikan penasihat hukum Riefan, sangat prematur. Sudah jelas-jelas jaksa dalam dakwaannya mengurai perbuatan materil Riefan bersama Hendra Saputra, Kasiyadi, dan Hasnawai Bachtiar.
Perbuatan Riefan juga mendukung unsur perbuatan melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara. Jaksa mendakwa Riefan dengan perbuatan pidana korupsi yang akan dibuktikan di persidangan.
"Sehingga pendapat penasihat hukum yang menyatakan perkara a quo adalah perkara perdata adalah telah memasuki materi pokok perkara," tegas jaksa Mia.
Dalil penasihat hukum yang dipatahkan jaksa termasuk kelebihan keuangan negara yang sudah dikembalikan PT Imaji Media Rp 2,695 miliar. Menurut jaksa pengembalian itu merupakan tindak lanjut rekomendasi audit BPK.
Jumlah kerugian keuangan negara dalam proyek ini mencapai Rp 5,392 miliar berdasarkan audit BPKP ditambah hasil perhitungan dari Ahli Teknologi Indoemasi dari Institut Teknologi Bandung.
Selain itu jaksa juga menjawab keberatan tim penasihat hukum yang menyebut surat dakwaan tidak disusun secara cermat terkait rumusan pasal yang didakwakan.
Jaksa menegaskan penulisan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya kesalahan ketik. Seharusnya tim penasihat hukum memahami yang dimaksud dalam dakwaan subsidair adalah Pasal 3.
"Kesalahan pengetikan yang sifatnya redaksional dan tidak mengakibatkan dakwaan menjadi batal demi hukum," sambung jaksa lainnya, Andri Kurniawan.
Menanggapi semua eksepsi penasihat hukum, jaksa meminta majelis hakim yang diketuai Nani Indrawati menolak seluruhnya.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP," imbuh jaksa Andri.