Jokowi Fokus Bangun Kemaritiman, Mereka Ini yang Bergerak Cepat Cari Peluang
Ketika Presiden Jokowi menyatakan fokus membangun kemaritiman, inilah mereka yang bergerak cepat mencari peluang.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia memberi efek besar pada langkah ekspansi sejumlah perusahaan dalam negeri. Tidak hanya industri galangan kapal saja yang mencoba meraup berkah dari mimpi tol laut Jokowi, namun juga industri lain, seperti industri asuransi, konstruksi, dan perbankan.
Dengan nilai proyek mencapai ratusan triliunan rupiah, salah satu perusahaan asuransi pelat merah yang siap memperkuat sektor maritimnya adalah PT Asuransi Jasindo. Perusahaan ini akan membenahi aktivitas usahanya terkait asuransi kapal, seperti asuransi kecelakaan kapal, pengangkutan kapal, dan asuransi rangka kapal.
Direktur Jasindo Sahata L Tobing menjelaskan, pihaknya akan menaruh perhatian lebih untuk mendorong industri perkapalan dalam negeri. Misalnya dalam pemberian asuransi kecelakaan kapal agar mengikuti standar layak operasi internasional. “Termasuk membenahi tarif premi asuransi rangka kapal yang saat ini relatif tinggi, karena sepadan dengan risikonya yang juga tinggi,” ujarnya.
Asuransi industri perkapalan merupakan salah satu lini usaha Jasindo dengan kontribusi masih dibawah 20% dari total pencapaian premi per Oktober 2014 yang sebesar Rp 3 triliun.
Langkah Perbankan
Di industri keuangan, salah satu bank yang akan memperkuat lini sektor maritim adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri. Bank Mandiri mengaku siap menyalurkan kredit sindikasi dalam program pengembangan ekonomi maritim, terutama pembangunan 24 pelabuhan besar di seluruh Indonesia. Sedangkan BRI saat ini tengah menyusun skema kredit yang sesuai untuk nelayan melalui branchless banking.
Seperti diketahui selain akan membangun 24 pelabuhan baru, pemerintah juga menganggarkan pembelian kapal barang perintis, kapal angkutan ternak, serta kapal angkutan rakyat.
Direktur UMKM BRI Djarot Kusumayakti menjelaskan, saat ini BRI tengah mendefinisikan nelayan. BRI membagi nelayan dalam beberapa kelompok, seperti nelayan tangkap, nelayan budidaya, nelayan produsen, nelayan distributor dan nelayan pedagang.
Dari sisi kapasitas tangkap, nelayan juga dibagi dalam nelayan kecil yang melaut tiap hari, nelayan menengah yang melaut dalam hitungan mingguan, maupun nelayan besar yang melaut dalam hitungan 1-2 bulan. "Semua itu perlu dipikirkan untuk bisnis model pembiayaan. Jika tidak, kredit maritim akan mengalami kegagalan," ujar Djarot, kepada KONTAN, Senin (24/11).
BRI akan memaksimalkan penyaluran kredit mikro pada nelayan melalui agen branchless banking-nya yang mencapai 14.388 per Oktober 2014. Dalam pemberian kredit nelayan itu, BRI akan melakukan konsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kelautan Perikanan. Setelah lampu hijau diperoleh, Djarot berjanji untuk meluncurkan produk kredit baru untuk nelayan dalam waktu tak lama lagi.
OJK sendiri mengaku segera menyusun skema bisnis model dalam pembiayaan sektor maritim. Upaya ini bertujuan memperluas akses jasa keuangan bagi kalangan nelayan yang selama ini sulit memperoleh akses pembiayaan.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, dirinya telah berdiskusi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. "Selama ini para nelayan kerap kesulitan memperoleh kredit untuk mengembangkan usaha perikanan tangkapnya," katanya.
Data OJK, sampai saat ini kredit yang dikucurkan oleh industri perbankan kepada usaha perikanan tangkap masih sangat kecil. Hal ini disebabkan karena profesi ini dipandang memiliki risiko yang besar sehingga membuat bank agak berhati-hati. “Makanya kredit perikanan kita masih kecil, di bawah 1%,” kata Lucky Fathul, Deputi Komisioner OJK Bidang Manajemen Strategis.
Per September 2014, jumlah kredit yang disalurkan bank umum untuk sektor perikanan mencapai Rp 7,14 triliun. Jumlah ini hanya sebesar 0,20% dibanding total kredit untuk seluruh sektor ekonomi oleh bank umum di kuartal III lalu yang mencapai Rp 3.413,55 triliun.