Kejaksaan Agung Curigai Rekening Gubermur Sulawesi Tenggara
Salah satu kepala daerah yang kini diusut Kejagung adalah Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Salah satu kepala daerah yang kini diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran diduga memiliki rekening gendut adalah Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam.
Transkaksi keuangan yang mencurigakannya mencapai Rp 56,3 miliar. Selain mengusut Nur Alam, Kejagung juga memburu warga China bernama Lie Chen Wei.Tim Kejagung pun akan mencari hingga ke Hongkong.
"Di antaranya itu (Nur Alam)," kata Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Suyadi, di kantornya, Jakarta, Jumat (12/12).
Suyadi enggan merinci siapa saja kepala daerah dan mantan kepala daerah yang tengah diusut transaksinya. Dari 10 laporan PPATK, Kejagung mengusut delapan orang kepala daerah. Suyadi khawatir, hal itu membuat pihak-pihak yang terlibat melarikan diri mengingat LHA dari PPATK masih dalam tahap pendalaman.
PPATK telah menyerahkan sepuluh laporan hasil analisis pemeriksaan transaksi mencurigakan kepala daerah dan mantan kepala daerah ke Kejagung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sekitar akhir 2012. Delapan LHA ditangani pihak Kejagung dan dua LHA ditangani pihak KPK.
Informasi yang diterima Tribun, transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening Gubernur Sultra mencapai 4,5 juta Dollar AS atau senilai Rp 56,3 miliar. Uang itu ditransfer dari rekening perusahaan tambang di Hongkong ke rekening Gubernur Sultra melalui empat kali pengiriman pada 2010-2011.
"Transaksi yang dilaporkan PPATK memang segitu. Dana itu dikirim dari perusahaan yang jual beli tambang yang kemudian masuk ke rekening Nur Alam," ujar seorang penegak hukum di Kejagung.
Adapun harta kekayaan Nur Alam selaku politisi PAN yang dua kali menjabat Gubernur Sultra, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke KPK mencapai Rp 31,165 miliar.
Data yang diterima Kejagung dari PPATK, diketahui pihak yang mentranser dana 4,5 juta Dollar AS ke rekening Nur Alam adalah perusahaan jual beli hasil tambang nikel yang berbasis di Hong Kong, Richcorp Internasional. Perusahaan tersebut sering melakukan transaksi jual beli dengan perusahaan PT Billy Indonesia yang bermarkas di Kabupaten Konawe, Sultra.
Pidsus Kejagung mengirim tim penyidik dari Pidsus ke Hong Kong pada dua pekan lalu untuk menelusuri pengirim dana tersebut.
Hasilnya, rupanya perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi sejak 2010. Padahal, dana dikirimkan ke rekening Nur Alam pada 2011.
"Setelah sampai di sana (Hong Kong), alamatnya ada, tapi perusahaan tidak beroperasi sejak 2010, tapi transfernya 2011-an," ujar penegak hukum di Kejagung.
Menurutnya, kantor Richcorp International di Hong Kong berbentuk seperti apartemen. Namun, saat dicek sudah tidak ada kegiatan perusahaan.
"Tim kami di sana (Hongkong), juga sudah cek ke bagian seperti Ditjen AHU Kemenkumham, hasilnya perusahaan itu sudah tidak beroperasi sejak 2010. Kami juga curiga, ini ada apa?" ujarnya.
Menurutnya, tim Pidsus masih terus bekerja keras untuk mencari titik terang pihak-pihak yang melakukan transaksi mencurigakan dengan Nur Alam ini. "Kejahatan itu memang licin. Karena itu, penyelidikan harus semaksimal mungkin, dengan metode 'follow the money'. Kami akan ikuti terus aliran dana itu sampai terakhir ada di mana," ujarnya.
Data yang diterima Kejagung dari PPATK, diketahui dana yang dikirimkan dari Richcorp International ke Nur Alam, ternyata sebagian besar dikirimkan ke salah seorang pemilik saham Richcorp International, Lie Chen Wei.
"Awalnya dana itu memang masuk ke rekening Nur Alam. Tapi, kemudian dana itu seolah-olah sebagai pinjaman dari Richcorp sehingga Nur Alam mengembalikan uang itu ke Lie Chen Wei," ungkapnya.
Sumber Tribun itu menceritakan, Lie Chen Wei adalah warga negara China, tapi berdomisili di Hongkong. Dan dia adalah salah seorang pemegang saham Richcop International.
Saat ini tim Pidsus Kejagung tengah melakukan pengejaran terjadap Lie Chen Wie, dengan bekerja sama dengan perwakilan kejaksaan di Hong Kong dan penegak hukum setempat.
"Kami saat ini masih mencari Lie Chen Wei. Data manifest yang kami dapat, rupanya dia juga pernah berada di Indonesia pada sekitar 2010. Kami belum tahu, apa saat itu dia juga melakukan pertemuan dengan Nur Alam atau tidak. Yang jelas, dia adalah orang terakhir yang menerima pengembalian uang yang katanya pinjaman itu," paparnya.