Pakar Hukum: BANI Tak Bisa Batalkan Putusan Mahkamah Agung
Dua putusan yang berbeda atas sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) menjadi sorotan publik.
Editor: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua putusan yang berbeda atas sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) menjadi sorotan publik. Mahkamah Agung melalui putusannya memenangkan Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut. Sedangkan Badan Arbitrase Nasional Indoanesia (BANI) memenangkan rivalnya Mbak Tutut yakni PT Berkah Karya Bersama.
Bagaimana komentar para pengamat hukum menyikapi dua putusan berbeda tersebut? Pakar hukum Universitas Bung Karno (UBK), Houtland Napitupulu berpendapat bahwa Mbak Tutut berhak mengeksekusi TPI yang kini telah berganti nama menjadi MNC TV. Houtland berdalih, melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), telah berkekuatan hukum tetap.
Houtland menyebutkan, BANI tidak dapat membatalkan putusan MA. Alasannya, posisi BANI lebih rendah dari MA. Apalagi, perkara kepemilikan TPI diawali dari pengadilan. "Karena proses sengketa berawal di pengadilan, maka penyelesaiannya pun harus pengadilan yakni MA, bukan BANI," jelas Houtland dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (20/12/2014).
Houtland mengatakan bahwa BANI bukan lembaga Banding atas putusan MA. Oleh karena itu, BANI tidak bisa mengabaikan keputusan MA.
Kuasa hukum Mbak Tutut, Harry Ponto menyatakan putusan BANI dalam kasus PT Berkah Karya Bersama melawan Mbak Tutut adalah menolak gugatan inti PT Berkah Karya Bersama selaku Pemohon.
BANI tidak mengabulkan gugatan PT Berkah yang meminta agar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar oleh Tutut pada 17 Maret 2005 dinyatakan tidak sah. BANI juga menolak permintaan PT Berkah untuk dinyatakan sah RUPSLB yang diselenggarakan PT Berkah pada 18 Maret 2005.
“Silakan Anda cermati putusannya. Di situ BANI secara jelas tidak mengabulkan gugatan inti PT Berkah sehubungan dengan RUPSLB. Sementara Putusan MA jelas menunjuk RUPSLB yang mana yang sah dan mana yang tidak sah, yaitu RUPSLB yang sah adalah RUPSLB yang dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2005 yaitu RUPSLB versi Mbak Tutut. Faktanya adalah klien kami yang memenangkan perkara kepemilikan TPI,” tegas Ponto.
Dalam rilis yang diterima Tribunnews sebelumnya, kuasa hukum PT Berkah yakni Hotman Paris mengatakan putusan BANI tertanggal 12 Desember 2014 telah memenangkanPT Berkah. Menurut Hotman, putusan BANI telah menghukum Tutut untuk membayar semua utangnya kepada PT Berkah sebesar Rp 510 miliar.
Menindaklanjuti putusan BANI, Hotman meminta Tutut untuk segera melunasi semua utangnya kepada PT Berkah. “Putusan BANI bersifat final, dan dia (putusan BANI) mengenyampingkan hak banding atau kasasi,” tulis Hotman.
Putusan BANI ini, kata Hotman, akan segera didaftarkan ke pengadilan negeri. Merujuk pada Peraturan Prosedur Arbitrase BANI, Pasal 31 mengatur bahwa “dalam waktu 14 hari, putusan yang telah ditandatangani para arbiter harus disampaikan kepada setiap pihak, bersama dua lembar salinan untuk BANI, dimana salah satu dari salinan itu akan didaftarkan oleh BANI di pengadilan negeri yang bersangkutan”.
Berikutnya, Pasal 32 menyatakan, “putusan bersifat final dan mengikat para pihak. Para pihak menjamin akan langsung melaksanakan putusan tersebut”.