Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dilema Jokowi, Antara Menghemat BBM dan Mengejar Kapal-kapal Pencuri Ikan

Inilah dilema kebijakan mengejar dan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan dengan upaya menghemat BBM.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Dilema Jokowi, Antara Menghemat BBM dan Mengejar Kapal-kapal Pencuri Ikan
TNI bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bakorkamla menenggelamkan tiga kapal asing pencuri ikan di wilayah laut Indonesia. Kapal ditenggelamkan di perairan Anambas, Kepulauan Riau, Jumat (5/12/2014). 

TRIBUNNEWS.COM - Penenggelaman kapal pencuri ikan yang beroperasi di perairan Republik Indonesia, diakui Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, masih menyisakan dilema. Ryamizard menilai penindakan belum terpadu.

”Di satu sisi, pemerintah sedang menghemat BBM (bahan bakar minyak). Di sisi lain, patroli dan pengejaran kapal asing yang masuk secara ilegal membutuhkan suplai BBM yang cukup,” ujar Ryamizard, Rabu (24/12), di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Ryamizard menyatakan sedang mencari cara agar penindakan hukum terhadap kapal asing itu bisa efektif dan efisien. Selain problem BBM, banyak kapal juga harus dikerahkan untuk mencegah pencurian ikan, antara lain dari Bea dan Cukai, Polri, TNI, serta kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).




Kapal TNI, kata Ryamizard, berusaha tak menggunakan senjata saat menangkap kapal pencuri ikan. Namun, peralatan militer itu dipakai untuk menyergap dan menangkap kapal asing. Adapun penenggelaman kapal bisa dilakukan dengan banyak cara.

Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo meminta aparat tidak ragu menindak. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan, penyidik TNI dan Polri juga bisa menangani kasus perikanan, selain penyidik sipil dari KKP. Jadi, lanjut Indroyono, TNI dan polisi bisa berperan aktif dalam penegakan hukum di laut.

Mengutip UU itu, kata Indroyono, TNI Angkatan Laut dapat menegakkan kedaulatan di laut, menegakkan hukum, dan berdiplomasi. Dalam hal menegakkan hukum di laut, TNI dan Polri boleh menenggelamkan kapal. ”Jangan ragu. Aparat TNI-Polri tak salah jika ikut aktif. Tugasnya memang begitu,” katanya.

Penegasan Indroyono ini terkait pendapat dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Edy Prasetyono. Edy sepakat dengan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, sebagai tindakan khusus sesuai dengan UU. ”Tetapi, harus digarisbawahi, penenggelaman atau pembakaran ini bukan tugas TNI AL,” kata Edy, Kamis (25/12).

BERITA TERKAIT

Bukan eksekutor

Menurut Edy, TNI AL dirancang sebagai kekuatan pertahanan matra laut yang andal. TNI AL bisa mengejar, menyidik, dan menangkap kapal asing pencuri ikan. Namun, TNI AL bukan eksekutor. ”Harap diingat, penyidik dan pengawas perikanan dalam UU Perikanan bukan TNI AL.”

Menurut Edy, terkait dengan pencurian ikan, seharusnya di lini terdepan adalah KKP. Kehadiran Badan Keamanan Laut diharapkan menjadi solusi, termasuk dalam eksekusi setelah kapal pencuri diadili. ”Tidak bisa kalau TNI AL,” katanya.

Edy mengingatkan, penenggelaman dan pembakaran merupakan tindakan khusus yang perlu pra-kondisi khusus, misalnya jika kapal tersebut melawan, sebagai bentuk terapi kejut, atau keadaan darurat.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Marsetio menyatakan, tugas pokok TNI AL adalah menjaga kedaulatan NKRI. ”Tugas pokok TNI AL tidak hanya menangkap pelaku illegal fishing, tetapi ada tiga tugas konkret, yakni menjaga kedaulatan NKRI, diplomasi, dan penegakan hukum,” kata Marsetio, di sela-sela Rapat Pimpinan TNI AL, Rabu.

Marsetio menegaskan kembali dukungannya untuk memberantas illegal fishing. Namun, kapal perang TNI AL tak bisa semuanya digerakkan untuk menangkap kapal pencuri ikan. ”Dari 151 kapal, hanya 50-60 kapal yang beroperasi per hari. Sisanya menjalani perawatan dan siaga di pangkalan,” katanya.

Informasi yang diterima KKP dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu, di Jakarta, menyebutkan, mayoritas kapal dengan izin penangkapan ikan ternyata tak taat pajak. Itu ditandai dengan minimnya pemilik kapal yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Bahkan, 40 persen di antaranya tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Akibatnya, pengawasan terhadap kapal itu menjadi sulit.

”Menurut data KPK, dari izin-izin operasi kapal nelayan yang diterbitkan pemerintah, 70 persen di antaranya tanpa NPWP. Informasi ini sangat menarik. Saya minta tolong ini dimonitor terus,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Rabu, di Istana Kepresidenan. Susi baru tahu data itu setelah dua bulan menjabat menteri.

Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan kecil, lanjut Susi Pudjiastuti, pemerintah menerapkan program konversi energi terhadap 600.000 nelayan pengguna bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. (NDY/EDN)

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas