MA Dinilai Tak Dewasa Sikapi Putusan MK soal PK
Apalagi SEMA sejatinya hanya berlaku untuk internal MA, bukan produk hukum.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mahkamah Agung sebagai representasi negara diminta tidak memberhangus hak asasi warga negaranya dengan menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no 7 tahun 2014 tentang Peninjauan Kembali (PK) yang boleh hanya satu kali. Apalagi SEMA sejatinya hanya berlaku untuk internal MA, bukan produk hukum.
"Semangat MA justru harus sejalan sama semangat dibentuknya hukum Yaitu untuk melindungi warga negara dalam upayanya mencari kebenaran materil dan keadilan yang hakiki," kata Pengacara muda dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Vanroy Pakpahan berbincang dengan Tribun, Minggu (4/1/2014).
Justru dengan menerbitkan SEMA itu, MA dinilai Roy, terkesan tak dewasa menjalankan tugasnya. Apalagi di pasal 268 ayat 1 KUHAP sudah jelas, PK tidak menghalangi eksekusi. Jadi menurut Roy, untuk apa Kejaksaan pusing tak bisa mengeksekusi pelaku kejahatan narkotika bila PK dapat dilakukan berkali-kali. Justru dengan keluarnya SEMA, tegas Roy, justru membuat polemik baru.
"MA terlihat tak dewasa. Kenapa? Karena SEMA (7/2014) itu dikeluarkan setelah adanya putusan MK. Ada apa? Toh putusan MK bukan untuk mendelegitimasi SEMA yang lama kok. Semangatnya bukan itu, tapi justru untuk melindungi ham warga negara untuk mencari kebenaran materil," kata Roy.
Untuk diketahui SEMA No 7 Tahun 2014 terbit berlandaskan pada Pasal 24 ayat 2 UU No 48 Tahun 2009 dan Pasal 66 ayat 1 UU No 3 Tahun 2009 tentang MA yang menyebutkan PK hanya dapat dilakukan satu kali. Namun, MK melalui Putusannya No 34/PUU-XI/2013 telah memutuskan membatalkan Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang sebelumnya PK hanya dapat dilakukan satu kali menjadi PK dapat dilakukan lebih dari satu kali.
Lebih lanjut Roy mencontohkan bila ada terdakwa yang menang di tingkat pertama dan banding, namun kalah di tingkat Kasasi dan PK pertama. Bila si terdakwa sebenarnya korban rekayasa kasus, lalu bagaimana cara mencari keadilan jika dibatasi upaya hukumnya?
"Coba bayangin orang-orang yang kena rekayasa kasus. Banyak loh itu di prakteknya. Dia di tingkat pertama dan banding menang, tapi kasasi dan PK dia kalah. Lah orang-orang kaya gitu kan punya keyakinan kalau dia sebenarnya benar, Karena di tingkat pertama dan kedua menang. Nah mereka-mereka ini, yang dengan aturan PK cuma sekali, yang peluang untuk dapat keadilannya jadi tertutup," imbuhnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.