Presiden Terjepit Empat Penjuru yakni Istana, KPK, DPR dan Teuku Umar
Nico Harjanto menilai karut marut pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang lepas dari motif politik.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat dari Populi Center, Nico Harjanto menilai karut marut pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang lepas dari motif politik. Menurutnya, elite partai politik berusaha mendrive Kapolri sesuai kepentingan mereka.
"Partai politik ingin men-drive Kapolri sesuai keinginan mereka. Parpol terbesar saat ini adalah PDIP," kata Nico dalam diskusi bertema 'Tidak Terlalu 86' yang digelar radio Smart FM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/1/2015).
Nico menilai, sebetulnya tidak perlu dilakukan secara terburu-buru pergantian Kapolri. Pasalnya, saat ini keamanan di Indonesia masih kondusif dan waktu jabatan Jenderal Polisi Sutarman masih cukup panjang hingga Oktober 2015 mendatang.
"Alasan-alasan obyektif pergantian Kapolri tidak ada. Adanya alasan subjektif dan kembali lagi ke kepentingan politik," tuturnya.
Masih kata Nico, dengan ditetapkannya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) membuat presiden dalam posisi terjepit. Pasalnya, Budi Gunawan calon tunggal Kapolri dan sudah diterima oleh DPR.
"Presiden terjepit oleh empat penjuru yakni Istana Negara, KPK, DPR dan juga Teuku Umar (kediaman Megawati). Keterjepitan itu membuat presiden pusing sekali," katanya.