Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kebiasaan Pergantian Kapolri Jangan Diubah

Budaya pemberhentian dan pengajuan calon Kapolri yang selama ini sudah dibangun dianggap baik dimana presiden melibatkan internal Polri

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Kebiasaan Pergantian Kapolri Jangan Diubah
Tribunnews.com/Andri Malau
Jenderal Polisi Sutarman menyampaikan perpisahan sebagai Kapolri dan menyampaikan ke publik Plt Kapolri Komjen pol Badrodin Haiti di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/1/2015), malam. 

Laporan wartawan tribunnews.com : Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Budaya pemberhentian dan pengajuan calon Kapolri yang selama ini sudah dibangun dianggap baik dimana presiden melibatkan internal Polri dalam penjaringannya. Presiden melalui jaringannya yang ada di internal Polri bisa menanyakan orang-orang yang cocok untuk memimpin korps Bhayangkara.

"Jadi yang sudah ada kalau mau dibakukan boleh, jangan dibekukan, syukur-syukur dibukukan, kalau dibekukan begini. Saya tanya ada nggak surat dari Mabes Polri saya dengar-dengar belum ada. Jadi polisi biarkan bergulir, wajar saja siapa saja jadi Kapolri silahkan," ungkap Komjen Pol Purn Oegroseno di rumah makan Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat‬ setelah acara diskusi yang diadakan Smart FM, Sabtu (17/1/2015).

Idealnya sebelum ada pergantian Kapolri, menurut Oegroseno presiden memanggil terlebih dahulu Kapolri yang akan diganti. Kemudian bisa ditanyakan kira-kira siapa orang yang cocok dan apa yang dianggap kekurangan dari Kapolri yang menjabat ditanyakan.

"Panggil dul, mas mau saya ganti ya gini-gini. Oh ya pak nggak apa-apa atau Mas kemarin ada gini-gini gimana jelaskan dulu. Supaya nggak ada risistensi komunikasi. Siapa penggantinya bicarakan ulang ke Mabes Polri. Kumpulkan kayak Pak Timur (Timur Pradopo), presiden menghendaki ada pergantian walau pun Pak Timur masih ada tiga bulan. Tapi kan udah 3 tahu wajar lah," ungkapnya.

Dikatakan Oegroseno, saat Sutarman dicalonkan menjadi Kapolri, saat itu Timur Pradopo diajak bicara terlebih dahulu oleh presiden. Kemudian Timur membawa kriteria Kapolri yang diinginkan presiden kepada para jendral di lingkungan Mabes Polri.

Saat itu, kriterianya jendral bintang tiga yang masih memiliki waktu dua tahun sebelum memasuki masa pensiun. Sehingga dicari siapa calon yang cocok, sampai akhirnya Sutarman yang dianggap cocok sehingga diinternal Polri menjadi solid karena sudah ada keputusan sebelumnya.

BERITA TERKAIT

"Meskipun masih junior, ya nggak apa-apa kan masih dua tahun, ya sudah ajukan nggak apa-apa. Kita sudah sepakat kalau minat dua (calon) ya dua tapi persyaratannya seperti itu bintang tiga yang masih dua tahun siapa nggak ada yang nolak. Walau pun beliau masih junior saya karena dia Kapolri saya hormat nggak ada masalah. Karena sebagai pimpinan organisasi karena pimpinan kita bersama," ungkapnya.

Sebetulnya bintang dua pun bisa dicalonkan seperti Timur Pradopo sebelum menjadi Kapolri. Sehingga saat itu dicarikan jabatan bintang tiga untuk Timur Pradopo.

"Makanya kalau perlu peraturannya disempurnakan calon Kapolri bisa diambil dari bintang dua dan tiga. Begitu bintang dua pilih dulu sah, naikan dulu bintang tiga korps raport baru tempati jabatan Kapolri jadi nggak ganggu yang lain," ungkapnya.

Begitu juga saat Sutanto akan menjabat sebagai Kapolri, untuk menjadi jendral polisi bintang tiga terlebih dahulu diberikan jabatan Kepala BNN. Sutarman dan Timur Pradopo pun demikian.

"Pengalaman-pengalaman ini tolong dijadikan suatu peraturan kandidat boleh dari bintang dua nggak masalah yang penting kan bukan dari Sat Pol PP jadi Kapolri, kan Pol PP polisi juga, tapi masa dari Sat Pol PP kan nggak lucu," ungkap mantan Wakapolri ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas