Di DPR, Nelayan Minta Menteri Susi Dicopot
Sejumlah nelayan mendatangi Komisi IV DPR RI di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah nelayan mendatangi Komisi IV DPR RI di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Mereka mengeluhkan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti yang dinilai memberatkan seperti rencana pembatasan pembelian solar bagi nelayan dan pelarangan penangkapan lobster dan kepiting pada ukuran tertentu.
"Tadi saya menyampaikan dari Serikat Nelayan Tradisional soal larangan menangkap rajungan dan kepiting bertelur, ukuran dan segala macam, menteri itu (Susi) tidak mengerti persis kalau nelayan direpotkan soal ukuran tangkapan ikan," kata Ketua Serikat Nelayan Tradisional, Kajidin, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR.
Kajidin khawatir kebijakan KKP nantinya banyak yang merugikan dan menyengsarakan nelayan karena banyaknya peraturan.
"Kita laporkan ke kementerian betapa repotnya. Untuk cari makan saja dari hasil melaut repot apalagi dibuat peraturan seperti itu," imbuhnya.
Sementara anggota Front Nelayan Bersatu Bambang menilai kebijakan Menteri Susi Pudjiasti menyengsarakan nelayan.
"Disisi orang yang non perikanan, kebijakan bu Susi ini bagus, menimbulkan rasa patriotisme dan sebagainya ini bagus. Tapi bagi kami kebijakan-kebijakan ini sangat bersingungan dengan keberlangsungan hidup kami dan ini jelek," ujarnya.
Nelayan pun menuntut Menteri Susi dicopot dari jabatannya bila tak pro terhadap nelayan kecil. Apalagi aspirasi mereka tak digubris oleh Susi Pudjiastuti.
"Dengan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kita menyarankan kepada bapak Presiden untuk mengganti menteri ini, karena kita minta waktu ibu menteri untuk berdialog tapi tidak memberikan waktu hingga Permen keluar, " ancam Bambang.
Menanggapi keluhan tersebut, anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono berjanji akan memperjuangkan nasib nelayan. Ia mendukung kebijakan KKP yang memberatkan nelayan dikaji ulang.
"Terlepas dari direvisi atau tidak, pemerintah harus mengkaji secara komprehensif akibat dari Permen itu. Apabila kebijakan itu memunculkan masalah baru, maka wajib dievaluasi," sebutnya.