MK Anulir 3 Pasal UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nantinya perusahaan pengolahan limbah B3 yang sedang perpanjang izin tidak dapat dikenakan tindak pidana dengan alasan belum memiliki izin.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menganulir Pasal 59 ayat 4, Pasal 95 ayat 1, dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Uji materi tiga pasal tersebut diajukan oleh terpidana kasus korupsi proyek normalisasi lahan tercemar minyak atau bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Dalam putusannya, Mahkamah menganggap Pasal 59 ayat 4 bertentangan dengan UUD 1945.
Dan melaui putusan ini, pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya dan bagi pengolahan limbah B3 yang permohonan perpanjangan izinnya masih dalam proses harus dianggap telah memperoleh izin".
Sehingga perusahaan pengolahan limbah B3 yang sedang perpanjang izin tidak dapat dikenakan tindak pidana dengan alasan belum memiliki izin.
Kemudian Pasal 95 ayat 1, Mahkamah juga memutus bahwa kata 'dapat' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Mahkamah juga menyatakan, frasa 'tindak pidana lingkungan hidup' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "termasuk tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang ini".
Implikasi dari putusan itu, maka Pasal 95 ayat 1 saat ini menyatakan bahwa penegak hukum harus koordinasi dengan lembaga lingkungan hidup/kehutanan untuk menyelidiki atau menindak tindak pidana terkait lingkungan hidup.
Kuasa hukum Pemohon, Maqdir Ismail Mengatakan putusan MK ini akan dijadikan oleh pihaknya sebagai novum atau bukti baru mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait kasus bioremediasi yang menjerat kliennya, Bachtiar.
"Nanti putusan ini akan kami jadikan novum di PK terhadap klien saya," kata Maqdir.
Bahctiar merupakan General Manager Sumatera Light South PT Chevron Pacific Indonesia.